Senin, 16 Februari 2015

Tingay 2010, ANATOMI DARI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA TIMUR


ANATOMI DARI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA TIMUR

Anatomy of the ‘Lusi’ Mud Eruption, East Java

Mark Tingay

Tectonics, Resources and Exploration (TRaX), Australian School of Petroleum
University of Adelaide, SA 5005, Australia



Dikaji dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan cepat
Oleh: Dr. Hardi Prasetyo

Inisiator ‘LUSI LIBRARY’


RIGKASAN

Awal semburan Lupsi dan dampaknya
Pada pagi hari tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas (hot mud) mulai menyembur dari tanah di daerah yang padat penduduk di Kecamatan Porong, di Sidoarjo, Jawa Timur.
Perkembangan kecepatan (flow rates) dan volume semburan
Dengan kecepatan semburan awalnya (initial flow rates) ~5000 m3/hari, dengan cepat lumpur menenggelamkan desa-desa yang berdekatan.
Luas dan tebal genangan, dan dampak berganda deformasi

Setelah mendekati empat tahun semburan Lusi (‘Lusi’ eruption) telah memuntahkan lumpur lebih dari 73 juta m3 dengan kecepatan rata-rata (averge flowrate) mendekati 64.000 m3/hari dan kecepatan maksimum (maximum rates) 170.000m3/hari.
Luapan lumpur telah menggenangi daerah seluas 700 hektar dengan kedalaman lebih 25 meter, memporakporandakan lusinan desa dan menyebabkan sekitar 40.000 orang harus diungsikan. Sebagai tambahan dari daerah yang tergenang (inundated areas) tersebut. daerah lainnya juga mengalami resiko dari penurunan dan semburan dari gas (subsidence and distant eruptions of gas).
Kendala upaya mengendalikan dan memantau evolusinya
Namun, upaya untuk mengendalikan aliran lusi (to stem the mud flow) atau memantau evolusinya secara keseluruhan terhalang oleh tidak adanya kesepakatan pada anatomi bawah permukaan dari sistem mud volcano Lusi  (efforts to stem the mud flow or monitor its evolution are hampered by an overall lack of knowledge and consensus on the subsurface anatomy of the Lusi mud volcanic system)
Belum dapat dipastikan sumber air, jalan keluar fluida, tatanan geologi di bawah permukaan
Secara khusus, yang terbesar dan ‘paling’ tidak ada kepastian adalah: 
(1) sumber dari air yang disemburkan (serpih versus karbonat dalam (shales versus deep carbonates), 
(2) jalan keluar (pathway) dari aliran fluida yaitu antara sepenuhnya dari rekahan-rekahan versus percampuran rekahan dan lubang bor (purely fractures versus mixed fracture and wellbore); 
Serta ketidaksepakatan terhadap: 
(1) tatanan geologi bawah pemukaan (subsurface geology), 
(2) wujud dari karbonat dalam (deep carbonate), dan 
(3) jenis batuan dari satuan litologi yang terletak antara serpih dan karbonat (nature of deep carbonates, lithology of lithological unit between shales and carbonates)
Fokus makalah meninjau anatomi sistem mud volcano Lusi, implikasi pada bencana Lusi
Studi ini akan menyajikan tinjauan pertama yang seimbang dari anatomi sistem mud volcano Lusi (present the first balanced overview of the anatomy of the Lusi mud volcanic system) dengan penekanan khusus pada ketidak jelasan yang kritis tersebut dan kaitannya terhadap bencana.
Kata Kunci:
Luapan Lumpur Sidoarjo (Sidoarjo Mudflow), Lumpur Sidorjo (Lusi), Gunung Lumpur (Mud volcano)

PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG

Identifikasi bencana geologi Lusi dan menyulut kontroversi


Luapan lumpur Sidoarjo, yang juga dikenal sebagai 'Lusi' (kependekan dari Lumpur Sidoarjo) adalah bencana geologi unik yang telah memicu terjadinya kontroversi yang meluas pada aspek ilmiah dan politik (a unique geological disaster that has ignited widespread scientific and political controversy).

Aliran lumpur terus berlangsung dan menimbulkan dampak yang signifikan

Aliran lumpur pertama kali diamati sekitar 05:00 pada tanggal 29 Mei 2006 di persawahan padi pada Kecamatan Porong dan sejak itu telah terus menyembur (hampir 4 tahun di saat menulis makalah ini).
Lumpur telah menimbulkan korban jiwa 17 orang, pengungsi sekitar 40.000 orang, membanjiri 7km2 dari sebuah kota besar dan telah menyebabkan kerugian lebih dari US$ 550 juta (Gambar 1; Cyranowski, 2007).

Lusi sebagai mud volcano yang umum, lumpur di bawah permukan diekstrusi ke permukaan


Lusi adalah contoh dari mud volcano, suatu fitur geologi yang relatif umum dimana lumpur di bawah permukaan telah diekstrusi ke permukaan (Lusi is an example of a mud volcano, a relatively common geological feature in which subsurface mud is extruded at the surface).

Hal yang tidak lumrah dari Lusi mud volcano, kelahirannya di daerah perkotaan, sehingga menjadi jenis baru bencana Geologi

Namun, kejadian Lusi adalah tidak umum misalnya dalam hal merupakan yang pertama tercatat kelahiran sebuah mud volcano baru di dalam daerah perkotaan, dengan demikian merupakan jenis baru bencana geologi (Davies et al, 2006) .
Menimbulkan kontroversi ilmiah terutama pemicu semburan, antara ledakan bawah permukaan dan gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006
Selain itu, telah berkembang kontroversi yang intensif terhadap aspek ilmiah dan politik terkait pemicu Lusi (Lusi trigerring).
Dimana beberapa peneliti berpendapat bahwa luapan lumpur dihasilkan dari ledakan di sumur Banjar Panji-1 (mudflow resulted from a blowout in the Banjar Panji-1 well) yang terletak 150m jauhnya (Davies et al, 2008;. Tingay et al, 2008). 

Sementara teori pesaingnya tetap mempertahankan bahwa bencana dimulai oleh terjadinya gempa Yogyakarta, kekuatan 6,3Mw pada 27 Mei 2006 (disaster was initiated by the Mw6.3 May 27th 2006 Yogyakarta earthquake Mazzini dkk, 2007;. Sawolo et al, 2009).

Walaupun telah banyak studi, namun kontroversi masih mengemuka terhadah hal-hal yang tidak diketahui


Namun, meskipun telah banyak makalah dan perdebatan publik, kontroversi tetap tidak terselesaikan, terutama disebabkan banyak hal yang tidak diketahui pada: 
(1) anatomi bawah permukaan mud volcano, 
(2) ketidakpastian sekitar kejadian dalam minggu-minggu sebelumnya (However, despite numerous papers and public debates, the controversy remains unresolved, primarily due to the many unknowns in the subsurface anatomy of the mud volcano, the uncertainties surrounding events in the weeks)
Trjadi perbedaan interprestasi data teknik perminyakan di sumur eksplorasi BJP-1
Pasca awal semburan terjadi perbedaan atas interpretasi terhadap data teknik perminyakan dari Sumur Banjar Panji-1 (and discrepancies over interpretation of petroleum engineering data from the Banjar Panji-1 well (Davies et al, 2010;. Sawolo et al, 2010.).

Kontroversi ilmiah terkait pemicu semburan Lusi memberikan implikasi terhadap penangangan korban  dari bencana mud volcano 

Permasalahan terhadap pemicu semburan lumpur tidak hanya dari akademis atau aspek hukum, namun memiliki implikasi yang signifikan terhadap 40.000 korban pengungsi dari bencana tersebut, dimana sebagian besar belum menerima penuh kompensasi atau bantuan.

Peran Perusahaan dan Pemerintah yang sepenuhnya mengendalikan Area Terdampak


Perusahaan yang bertanggung jawab atas pengeboran Banjar Panji-1 (Lapindo Brantas) telah memberikan sebagian kompensasi bagi penduduk dari empat desa yang terkena dampak semburan lumpur, sementara itu Pemerintah Indonesia telah memberikan bantuan bagi masyarakat lainnya yang terkena dampak, disamping telah memegang kendali penuh dari zona bencana (has assumed control of the disaster zone).
Namun, Lapindo Brantas telah menghentikan pemberian kompensasi lebih lanjut kepada korban bencana (mengklaim sebagai bencana alam dan mereka tidak tanggung jawab), sementara lembaga bantuan internasional juga tidak akan memberikan bantuan dan dukungan yang diperlukan (mengklaim bahwa bencana adalah buatan manusia dan dengan demikian harus dibiayai oleh Lapindo Brantas).

Kondisi yang berkembang secara irono isi pemicu terus diperdebatkan, korban dari bencana hidup di pengungsian

Sehingga sementara isu pemicu terus diperdebatkan banyak korban dari bencana tersebut yang telah hidup di desa pengsungsian dan kota-kota yang kumuh dibangun berdekatan dengan zona bencana.

Pentingnya pemahaman anatomi bawah permukaan di Lusi untuk memprediksi kemungkinan panjang kehidupan bencana

Lebih jauh lagi, pengetahuan tentang anatomi bawah permukaan semburan lumpur Lusi adalah penting (knowledge of the subsurface anatomy of the Lusi mudflow is essential) untuk memprediksi kemungkinan panjang kehidupan dari bencana (for predicting the likely longevity of the disaster), kemungkinan evolusi daerah (the possible evolution of the region)

Isu aktual penurunan atau amblesan (subsidence), termasuk mencari menghentikan atau mengendalikan semburan

Khususnya fenomena penurunan yang berlanjut di wilayah tersebut (the ongoing subsidence of the area), akibat: 
(1) reaktivasi patahan (reactivation of faults)
(2) kemungkinan runtuhnya kaldera (collapse caldera) dan 
(3) apakah mungkin ada solusi keteknikan terhadap potensi untuk membunuh atau mengendalikan semburan lumpur (whether there may be potential engineering solutions to kill or control the mudflow.)
GEOLOGI REGIONAL
REGIONAL GEOLOGY

Lokasi Geografi di daerah perkotaan di Kabupaten Sidoarjo

Lusi mud volcano (7º 31’ 37.8”S, 112º 42’ 42.4”T) berlokasi di kota Sidoarjo, kira kira 25 km selatan dari Surabaya, merupakan kota terbesar ke dua di Jawa Timur, Indonesia.

Lusi berkembang pada Cekungan Jawa Timur di busur belakang, yang telah mengalami fase tektonik ekstensi dan inversi

Lusi berlokasi di dalam Cekungan Jawa Timur (the East Java Basin), suatu cekungan busur belakang yang mengalami inverssi berarah timur-barat dimana sebelumnya mengalami ekstensi selama Paleogen dan telah direaktivasi kembali selama Miosen Bawah-Resen (E-W trending inverted back-arc basin that underwent extension during the Paleogene and was reactivated during the early Miocene-Recent (Kusumastuti et al., 2002; Shara et al., 2005).

Susunan Stratigrafi dari Cekungan Jawa Timur (Miosen-Resen)

Cekungan Jawa Timur berumur Miosen-Resen, di daerah sekitar Lusi terdiri dari: 
  • sedimen-sedimen klastik dan karbonat laut dangkal (shallow marine clastics and carbonates)
  • lumpur marin (marine muds), 
  • sedimen klastikvolkanik (volcaniclastic sediments), dan 
  • satuan volkanik dari komplek Pananggungan yang berada didekatnya (volcanic units from the nearby Penanggungan volcanic complex) yang berlokasi 15 km pada baratdaya dari Lusi).

Urutan satuan batuan di bawah permukaan Lusi (muda ke tua):


Geologi bawah permukaan Lusi awalnya telah dilaporkan dari banyak studi (Davies et al., 2006; Mazzini et al., 2007; Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008; Sawolo et al., 2009) terdiri dari satuan-satuan:
  1. Resen Aluvium (Recent alluvium), selang seling pasir dan serpih (alternating sands and shales), tebal 0-290m;
  2. Pleistosen (Pleistocene), Formasi Pucangan (Pucangan Formation) terdidi dari perselingan pasir dan serpih (alternating sands and shales), kedalaman 290-900m;
  3. Pleistosen (Pleistocene), Formasi Kalibeng Atas berada dibawahkompaksi(Upper Kalibeng undercompacted), terdiri dari lumpur smektit-ilit  (smectite-illite muds); kedalaman  900-1870m;
  4. Pleistosen, batupasir volkanoklastik Kalibeng Atas (Upper Kalibeng volcaniclastic sands); kedalaman 1870-≈2833m; dan
  5. Oligosen  (Oligocene), karbonat terumbu Formasi Kujung (Kujung reefal carbonates); kedalaman sekitar ≈2833-≈3500m.
Revisi Baru Stratigrafi di bawah Lusi
New Revisions to the Stratigraphy below Lusi

Indikasi adanya Perubahan Mendasar tatanan stratigrafi (urut-urutan batuan):

Bukti baru telah mengindikasikan adanya dua perubahan mendasar dari tatanan stratigrafi seperti diuraikan di atas.
Pertama, karbonat terumbu umumnya telah disebut sebagai Karbonat Kujung (the reefal carbonates have been commonly described as the Kujung Carbonates).
Merupakan batuan reservoir utama di dalam Cekungan Jawa Timur (major reservoir rock within the East Java Basin), khususnya di lepas pantai Selat Madura (Sharaf et al., 2005).
Karbonat Kujung adalah formasi terumbu transgresif (transgressive reefal formation) yang berumur Oligosen Awal-Akhir (berumur 22-28 Juta tahun).
Namun, fragmen ganggang merah (red algal) dari karbonat pada puncak di dekatnya dan secara stratigrafi ekuivalen dengan pertumbuhan karbonat (carbonate build up) di sumur Porong-1 yang lokasinya berdekatan sekitar 7 km timur-timurlaut dari Lusi.
Dimana telah ditentukan umurnya dari isotop strontium dibentuk mendekati 16 Juta tahun (Kusumastuti et al., 2002).

Usulan perubahan Formasi Kujung(Oligosen) menjadi Formasi Tubah (Miosen Tengah) dan implikasinya

Disini, ditentukan bahwa karbonat yang berada di bawah Lusi bukanlah dari Formasi Kujung berumur Oligosen, tapi lebih sesuai sebagai Formasi Tuban yang berumur Miosen Tengah (the carbonates underneath Lusi are not the Oligocene Kujung formation, but are most likely the Middle Miocene Tuban Formation) berumur 22-15 Juta tahun (Sharaf et al., 2005).
Reservoir yang sebelumnya diketahui dan ciri-ciri dari fluida berasal dari sumur lainnya yang menembus Karbonat Kujung  (Kujung Carbonates) telah digunakan sebagai pemodelan terhadap kemungkinan durasi hidup atau masa hidup dari Lusi juga di dalam argumen apakah Lusi dipicu oleh pemboran (Sawolo et al., 2009; Swarbrick et al., under review).
Namun, dengan adanya bukti baru bahwa karbonat di bawah Lusi kemungkinan berumur lebih muda adalah Formasi Tuban akan dapat menggangu terhadap perhitungan sebelumnya yang menggunakan data dari Formasi Kujung (the new evidence that the carbonates under Lusi are probably of the younger Tuban Formation renders these previous calculations using Kujung Formation data spurious).
Rasionalisasi perubahan pada satuan pasir volkanik
Kedua, sebagai tambahan dari penafsiran kembali terhadap karbonat yang lebih muda, bukti baru juga mengusulkan bahwa litologi yang telah dilaporkan terhadap pasir volkanoklastik juga memerlukan adanya perubahan (In addition to the younger reinterpretation of the carbonates, new evidence also suggests that the lithology of the reported volcaniclastic sands requires correcting).
Satuan ini belum dapat diamati sebelumnya di dalam eksplorasi hidrokarbon dan sumur produksi sumur di daerah ini dan dari mud logging di lokasi telah dilaporakan terdiri dari volkanoklastik (was reported as being comprised of volcaniclastics by the on-site mud logging) dan selanjutnya pada semua publikasi yang membahas  bencana Lusi (the Lusi disaster).
Usulan satuan batupasir volkanik sebagai batuan-batuan volkanik terutama dasit dan welded tuffs
Namun analisis rinci dari potongan (cutting) memperjelas bahwa satuan ini secara aktual terdiri dari batuan-batuan volkanik (volcanic rocks ) terutama dasit dan welded tuffs yang telah menyatu menjadi fragmen terutama berukuran pasir oleh proses pemboran.
Sehingga menyebabkan kesalahan penafsiran sebagai pasir volkanoklastik oleh pencatat lumpur pemboran (thus, mistakenly interpreted as volcaniclastic sands by the mud logger).

Penafsiran komposisi batuan beku ekstrusi didukung data log petrofisik

Interpretasi baru dari satuan ini adalah sebagai batuan-batuan beku ekstrusi (as extrusive igneous rocks) telah didukung oleh data log petrofisik (petrophysical log data), yang dihimpun dari interval ini.
Dimana menunjukkan adanya suatu keseragaman sangat padu dan formasi yang cepat, dengan spesifikasi:
(ρ=2.55-2.65 g/cm3; DT=160-120 μs/ft) (fast formation) dan mempunyai densitas yang tinggi dan gelombang-p yang cepat  (The highdensity and fast p-wave velocity) dari sekuen volkanik ini
Juga mencirikan bahwa batuan-batuan volkanik secara ekstrim mempunyai porositas yang rendah (<5% dengan asumsi densitas butiran ‘a grain density‘ sebesar 2.68 g/cm3) dan, tidak banyak rekahan, juga mempunyai permeabilitas yang rendah (unless extensively fractured, are also likely to have low permeability).
Penafsiran kembali dari unit batuan volkanik ini  berporositas rendah dan kemungkinan berperan sebagai penyekat (this unit as low porosity and possibly sealing), daripada ukuran-pasir dari volkanoklastik (dan tampaknya permeabel), mempunyai implikasi yang signifikan pada sistem saluran bawah permukaan di daerah ini (has significant implications for the subsurface plumbing system in the region.

SISTEM SALURAN BAWAH PERMUKAAN LUSI

LUSI’S SUBSURFACE PLUMBING SYSTEM

Wujud Saluran bawah permukaan, dan pengendalai semburan sebagai Isu aktual terkait aliran lumpur Lusi 

Salah satu isu utama sekitar aliran lumpur Lusi adalah wujud (nature) dari sistem saluran bawah permukaan dan daya pengedali dari semburan.

Dua model anatomi bawah permukaan Lusi

Dua perbedaan model telah diusulkan untuk anatomi dari bawah permukaan Lusi dan hal ini akan terkait dengan dua teori yang bersaing terhadap pemicu aliran lumpur.
Model pertama, dipercaya para penganut teori ‘dipicu pemboran’, yang mengusulkan bahwa aliran lumpur Lusi berakar dalam (deep rooted) dan terutama dikendalikan oleh lepasnya fluida dari karbonat dalam (Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008).
Sebagai model alternaif, dipercaya oleh pendukung teori ‘dipicu gempabumi’, yang mengusulkan bahwa Lusi berakar dangkal (shallow-rooted) dan dikendalikan oleh fluida yang keluar dan mengalami likuifeksi (liquefaction) dari lumpur Kalibeng Atas (Mazzini et al., 2007; Istadi et al., 2009; Sawolo et al., 2009).
Penentuan dari anatomi bawah permukaan Lusi tersebut mempunyai kendala yang signifikan untuk menentukan mekanisme yang lebih mungkin dari mekanisme pemicu semburan Lusi.
Namun selama diskusi terhadap setiap model yang diusulkan untuk anatomi Lusi, perlu pertamakali didiskusikan aspek-aspek anatomi bawah permukaan Lusi di mana sumur dikorelasikan dengan pengukuran di permukaan.
 Konstrain (tidak umum) terhadap Aspek-aspek Mudflow Lusi
Ketidakjelasan utama disekitar anatomi dari aliran lumpur adalah sumber (atau sumber-sumber) dari komponen air dari semburan lumpur dan pengendali tekanan dari aliran lumpur.
Namun, asal usul dari padatan yang dierupsikan Lusi dan dominan dari sistem saluran dangkal (<1200m) beralasan dengan konstrain yang baik dari pengukuran permukaan dan diuraikan dari bab ini.

Variasi karakteristik lumpur yang disemburkan dan implikasinya

Lumpur yang disemburkan dari Lusi sangat mempunyai variasi terhadaip kehidupan dari mud volcano tapi secara luas dapat dicirikan dari:
Lumpur panas cair (temperature 70-100 C) berwarna abu-abu menengah terdiri dari air (awalnya air 60-80% air, tapi berkurang seiring waktu dan saat ini air (30%-50%) dan fraksi padatan terutama keselurhannya terdiri dari lumpur (fraksi padat adalah 80=90% lempung dengan sedikit lanau dan butiran berukuran pasir).
Lumpur dengan asal usul densitas keseluruhan 1,3-1,4 g/cm3, tapi secara lambat telah meningkat jumlah padatannya (Mazzini et al., 2007).

Karakteristik air yang disemburkan

Air yang disemburkan kira-kira mempunyai salinitas 61% dari air laut (11300 ppm chloride, 7300 ppm sodium; Mazzini et al., 2007) dan kaya di dalam 18 O (δ18O=9.0‰)  dan deplesi  deuterium (and depleted in deuterium δD of -12.7‰ to -14.4‰)  bila dibandingkan terhadap air laut.
Temperatur dan geokimia dari air dicirikan sebagai sumber dari kedalaman > 1700m (Mazzini et al., 2007).

Komposisi padatan dari lumpur yang disemburakan Lusi: Kesepakatan berasal dari Formasi Kalibeng Atas

Fraksi padatan dari lumpur yang disemburkan pada Lusi terdiri terutama dari ilit, smektit dan beberapa klorit (of illite, smectite and some chlorite), konsisten dengan sedimen yang berasal dari kedalaman 1341-1828m di sumur Banjar Panji-1 well (Mazzini et al., 2007).
Lebih jauh lagi, semburan dri lumpur memperlihatkan vitrinite reflectances sebesar  0.55-0.69% Ro, korelasi dengan kematangan organic (organic matter maturations) dari Ro>0.65% yang diamati pada kedalaman dari kedalaman >1700m pada sumur Banjar Panji-1 (Mazzini et al., 2007).
Akhirnya analisis biostratigrafi (biostratigraphical analysis) dari semburan  lumpur memperjelas adanya fosil foraminifera dan fosil nano sebagaimana  yang diamati dari cutting dikumpulkan pada kedalaman dari kedalaman 1219-1828m pada sumur Banjar Panji-1.
Sehingga, fraksi padatan dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi dapat disepakatai dengan baik terutama dating dai lempung Formasi Kalibeng Atas Upper Kalibeng Clays antara kedalaman  1219-1828m  (Mazzini et al., 2007).

Postur dan Perilaku Semburan Lusi: Kecepatan dan volume lumpur

Semburan lumpur dari Lusi didominasi dari satu kawah (vent), istilah; Kawah Utama ‘main vent’ atau Lubang Besar or ‘big hole’.

Kecepatan Semburan tertinggi 170.000, rata-rata 90.000 dan tiga tahun pertama 64.000m3/hari

Suatu kawah utama yang melingkar (circular main) dengan diameter sekitar 100m dan telah menyemburkan kecepatan aliran di atas  170.000 m3/hari, dengan rata-rata sebelumnya 90.000-100.000 m3/hari (Davies et al., 2006; Mazzini et al., 2007; Istadi et al., 2009).
Kecepatan semburan per hari menunjukkan tiga tahun pertama rata-rata sebesar 64.000m3/hari, dan sangat berkurang dari rata-rata estimasi yang selama ini digunakan untuk mengukur durasi hidup ke depan dan evolusi Lusi (average estimates that have been used in estimates of Lusi longevity and evolution, Istadi et al., 2009; Swarbrick et al., under
review).

Kecepatan semburan berfluktuatif tahun 2010 kecepatan 20.000-30.000m3/hari

Disamping itu, kecepatan semburan, dari hari ke hari berfluktuatif, telah secara gradual berkurang sejak September 2006 and, pada saat menulis, diperkirakan pada kecepatan 20.000-30.000m3/h.

Volume lumpur yang dikeluarkan berkisar 65 - 73 juta m3

Namun Bapel BPLS yang menghitung pada awal Juni 2009 bahwa volume dari lumpur yang berada di pond ata waktu itu sekitar 65 juta m3 dan mendekat 8 juta m3 telah dipompakan dari kolam penampung lumpur ke Kali Porong.
Disini total lumpur yang telah disemburkan oleh Lusi pada tiga tahun pertama mendekati 73 juta m3 (dengan mengabaikan potensi kesalahan karana penambahan volume dari air hujan dan pengurangan karenapenguapan dan awal tidak dimonitor pemompaan lumpur dan sluicing dari lumpur ke sungai).

Geometri pipa pengumpan berbentuk conical

Geometri permukaan dangkal dari kawah utama dari permukaan lumpung Formasi Kalibeng Atas, menjadi tidak jelas. Pencitraan seismic dari mud volcano utama di Azerbaijan umumnya member kepercayaan bahwa pipa pengumpan lumpur berbentuk conical (Stewart and Davies, 2006).

Alternatif menembus keatas melalui patahan atau rekahan

Namun, analisis dari sistem pergerakan serpih berumur Miosen-Pleisoen dari Brunai mencirikan indikasi bahwa system pengumban mud volcano (mud volcano feeder system) kemungkinan terutama dari terobosan bidang serpih (planar shale dykes) yang menembus ke atas oleh patahan-patahan atau rekahan tarik (entrained up faults or tensile fractures) (Morley et al., 1998; Tingay et al., 2003).
Kawah utama dengan lebar 100 m dan dengan kecepatan aliran yang ekstrim tinggi dipercai bahwa sistem pengumpan di bawah Lusi baik berbentuk conical atau terdiri dari beberapa rekahan besar yang terbuka dan perpotongan rekahan.
Saluran pengumpan dangkal (shallow feeder channel) berbentuk seperti pipa terbuka sangat konsisten dengan hasil pengukuran selama tahun 2007 dapam upaya untuk menghentikan semburan Lusi dengan menjatuhkan bola-bola beton yang dirangkai menjadi satu kesatuan oleh rantai yang kuat ke dalam kawah utama.

Informasi rangkaian bola-bola benton masuk sampai kedalaman 800-1000m

Walaupun upaya untuk menjatuhkan cincin bola beton tersebut masuk ke kawah gagal untuk menghentikan atau mengurangi aliran lumpur, kabel yang menempel pada beberapa bola-bola beton memperlihatkan bahwa rangkaian dijauhkan ke bawah pada kedalaman 800-1000m.

Semburan Utama, semburan sedang dan bubble: Arah dan karakteristik

Hampir pada semua aliran lumpur telah disemburkan dari kawah utama. Namun, sejumlah lokasi sekunder minor dari semburan juga terdapat. 
Tiga yang berukuran agak besar (moderately-sized), tapi dengan kehidupan pendek mungkin satu minggu, semburan pasir dan lumpur terjadi ke atas 1000, dari kawah utama pada hari-hari selanjutnya dari saat awal semburan.
Sejak saat itu sejumlah semburan kecil (<10m3/hari) dengan istilah ‘bubblelers’ dengan air, lumpur atau gas telah terjadi sampai 4,5 km dari kawah utama.
Jumlah semburan sekunder telah bervariasi dari 23 pada minggu ke tiga Agustus 2006, menjadi maksumum 155 bubblers pada tahun 2009, pada saat menulis, 39 bubbles aktif pada jarak maksimum 1,2 dari kawah  (sumber BPLS).
Lebih jauh laig, terdapat sebaran geometri dari bubblers, dengan kebanyakan terjadi pada dua kecenderungan yang linier memotong kawah utama (BPLS).
Dominasi arah kira-kira UT-SB, dan telah diusulkan sebagai patahan ekstensi yang terbentuk di dekat Gawir Watukosek, dimana arah sekunder berorientasi UB-ST (Mazzini et al., 2007).
Dua arah dominan semburan sekunder mencirikan bahwa terjadinya jaringan patahan aktif berarah UT_SB dan arah UB-ST di bawah mud volcano Lusi (active NE-SW and NW-SE trending fault network underneath the Lusi mud volcano).
Davies et al. (2006) awalnya mengusulkan bahwa  sistem pengumpan dangkal (shallow feeder system)  di bawah Lusi  terdiri dari suatu rekahan tensial baru utama yang baru (a major newly initiated tensile fracture).
Namun, hal ini tidak konsisten dengan orientasi maksimum tekanan horizontal lokal berarah UUT-SSB (present-day maximum horizontal stress orientations) untuk daerah yang ditentukan dari mekanisme solusi gempabumi (earthquake focal mechanism solutions Tingay et al., 2010).
Rekahan tensi membuka terhadap tekanan utama minimum (Tensile fractures open against the least principal stress) dan ekspektasi dengan jurus UUT-SSB dekat Lusi.
Namun, arah tekanan horizontal maksimum saat ini, dan mekanisme solusi pusat gempa (earthquake focal mechanism Ssolution) memperkirakan suatu rezim patahan geser (a strike-slip faulting stress regime), yang konsisten dengan arah rekahan berarah UT-SB dan UB-ST kira-kira merupakan ‘conjugate sub vervical strik-slip fault zones’.
Model 1: Cairan terutama dari Karbonat dalam (Fluids Primarily from Deep Carbonates)
Model pertama untuk sistem bawah permukaan lusi (model for Lusi’s subsurface plumbing system) diusulkan bawahma sumber utama fluida, dan tekanan utama yang mengendalikan semburan (main source of fluid for Lusi, and primary pressure drive of the eruption), berasal dari karbonat dalam berumur Miosen (sepertinya Formasi Tuban).
Model ini terutama telah diusulkan oleh penulis-penulis yang mendukung hipotesis bahwa Lusi telah dipicu oleh suatu ledakan di sumur Banjar Panji-1 (the hypothesis that Lusi was triggered by a blowout in the Banjar Panji-1 well) seperti  Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008.
Di bawah model ini, air overpressure yang difasilitasi oleh karbonat telah menyembur ke atas melalui bagian lubang bor Banjar Panji-1 yang tidak diberi selubung (overpressured waters hosted by the carbonates escape upwards via the uncased section of the Banjar Panji-1 wellbore)
Tampaknya  yang paling mungkin, juga melalui pengaktifan kembali patahan dan rekahan yang raat ini dibentuk pada kedalaman (via deep recently created or reactivated faults and fractures.).
Fluida melalui lempung dari Formasi Kalibeng Atas dimana, telah sangat tiksotroik (highly thixotropic),  siap mengalir membentuk lumpur cair yang menyembur ke permukaan melalu sistem pengumpan dangkal, yaitu kawah kerucut dari perpotongan zona patahan (conical vent of intersecting conjugate fault zones).
Model ini terdapat beberapa bukti-bukti pendukung. Pertamanya, stratigrafi disekitar dan identi dari Porong dan carbonat mounds Kodeco-11C ( Kedeco-11C carbonate mounds) berlokasi pada arah TUT dari Lusi, keduanya terdiri dari struktur runtuh lemingkar yang ekstensif  dengan patahan yang propagasi ke luar dari puncak pertumbuhan (gundukan) karbonat (both contain extensive circular collapse structures with faults propagating out of the crest of the carbonate mounds (Kusumastuti et al., 2002).
Struktur runtuh yang besar ini dengan lebar lebih 1 km dan dalam 300m,  belum dipelajari secara rinci terhadap keberadaan Lusi. Yang kemungkinan merupakan semburan lumpur tipe Lusi (are possibly Lusitype mud eruptions) yang terjadi selama Kuarter dan  telah bersumber  dari gundukan terumbu yang relatif dangkal. (shallower reefal Mounds).
Pendukung lainnya untuk karbonat dalam sebagai sumber utama untuk air disemburkan oleh Lusi berasal dari fluida pori bertekanan sangat tinggi (very high pore fluid pressures) sebesar 18,5 MPa/km dan dari porositas dan permeabilitas yang tinggi (high porosity and permeability) yang diamati dari karbonat tersebut di sekitar sumur Porong-1
Sehingga membuat karbonat  sangat ideal dan paling cocok sebagai sumber utama air yang disemburkan pada Lusi (carbonates appear to bethe ideal and best suited primary source of water erupted at Lusi).
Juga terdapat beberapa isu yang membuat model ini menjadi tidak jelas. Pertama, tidak diketahui apakah  sumur Banjar Panji-1 memotong karbonat dalam (Sawolo et al., 2009).
Tidak ada cuttings yang kembali dari dasar beberapa meter dari sumur boar ketika terjadi total hilangnya sirkulasi dan pembiran dihentikan (a complete loss of circulation and drilling was halted) (walaupun sejumlah besar H2S, dimana secara rutin dilepas dari pemboran pertumbuhan terumbu di daerah semburan dari Banjar Panji-1 ketika ditendangkan  dan dari kawah utama pada beberapa hari pertama.
Dimana hilangnya sirkulasi ini,  dan keluarnya H2S (loss of circulation and H2S release) mencirikan prenetrasi dari atau koneksi dengan karbonat (may indicate penetration of, or connectionwith, the carbonates) tidak adanya tendangan yang seketika menunjkkan sangat tingginnya besaran overpressure (there was no instantaneous kick suggesting very high magnitude overpressures).
Lebih jauh lagi, itu tidak jelas apakah sumur bor dengan diameter 12.25 inci akan dapat menerima kecepatan semburan lebih dari 170000m3/day sebagaimana yang diamati pada Lusi (Sawolo et al., 2009). 
Namun, di bawah model sumber karbonat dalam tidak penting untuk semua fluida mengalir via lubang sumur  (Lusi tiba-tiba meningkat dari  <50000m3/hari menjadi  lebih besar dari 100000m3/hari pada tanggal 1 September  on the 1st 2006.
Dimana kemungkinan mencirikan adanya perubahan pada sistem saluran terutama mengalir keatas patahan-patahan dan rekahan-rekehan, dan lobang sumur tampaknya telah dierosi menjadi lebih besar terhadap waktu (the wellbore is likely to have been eroded larger over time).
Lebih jauh lagi, dan sangat signifikan, semua diskusi dari model ini menghilangkan kontribusi tambahan dari lumpur Kalibeng Atas.
Besarnya volume muntahan dari lempung (lumpur awalnya  20-40% clay  dan telah menebal terhadap waktu sampai pada konsistensi dari lempung 50-70%)  juga keterlibatan tambahan dari fluida pori di dalam lempung ke dalam lumpur yang disemburkan ke permukaan.
Disini, dibawah model ini fluida yang disemburkan terutama akan bersumber dari karbonat tapi juga mengandung suatu yang signifikan (dan meningkat menjadi dominan) jumlahnya dari air pori dari lumpur Kalibeng Atas.

Model 2: Fluida dari Lumpur Kalibeng Atas ( Fluids from Upper Kalibeng Clays)

Model kedu diusulkan untuk geometri dan daya pengendali aliran lumpur Lusi berasal dari lumpur Formasi Kalibeng Atas.
Dibawah model ini semburan Lusi sebagai hasil dari pencairan dari lumpur Formasi Kalibeng Atas disebabkan oleh reaktivasi sona patahan dengan orientasi UT-SB umum dikenal sebgai Patahan Watukosek (Lusi eruption was the result of liquefaction of the Upper Kalibeng clays caused by reactivation of a pre-existing NE-SW oriented fault zone (often termed the Watukosek Fault), dengan reaktivasi dipicu oleh gempabumi 27 Mei 2006 Mw6.3. Gempabumi Yogyakarta earthquake berjarak 250 km (Mazzini et al., 2007; Sawolo et al.,2009).
Sifat yang sangat thixotropic dari lumpur Kalibeng Atas membuatnya sangat rentan terhadap likuifaksi jika tergangu oleh gerakan gempa atau patahan.
Lebih jauh lagi, zona-sona patahan selalu ekstrim permeable selama momen dari pemecahan (moment repture) menyediakan suatu jalankeluar untuk likuifaksi serpih bergerak ke permukaan (liquefied and mobile shales to escape to the surface).
Sebagai tambahan, log sonic dan densitas (sonic and density logs) dari  Banjar Panji-1 memcirikan bahwa Lempung Kalibeng atas sangat signifikan dibawahkompaksi (significantly undercompacted) dan mempunyai porositas sekitar 5-12% lebih besar daripada yang diprediksi dibawah kompaksi normal (normal compaction).
Dibawah kompaksi pada lempung mencirikan tipe bahwa serih beada pada tekanan berlebih (Undercompaction in clays typically indicates that the shales are overpressured) dalam arti berada pada kompaksi yang tidak seimbang (disequilibrium compaction, Osborne and Swarbrick, 1997) dan tekanan fluida yang tinggi bisa menambah daya pengendali dari sistem mud volcano.
Mazzini et al., 2007 mengusulkan bahwa walaupun overpressure lebih besar (greater overpressures) mungkin telah terbentuk pada Lempun Kalibeng Atas oleh pelepasan dari air pada antar lapisan (release of inter-layer bound
Water) selama diagenesis dari smektit ke ilit (during the diagensis of smectite into illite).
Namun, transisi dari smektit ke ilit telah sebagian  menghilangkan  sebagai suatu pembangkitan mekanisme overpressure (largely dispelled as an overpressure generation mechanism, Osborne and Swarbrick,1997) dan arena itu tidak tampak untuk menyediakan lebih jauh peningkatan tekanan fluida pori pengenali Lusi (and thus is unlikely to provide any further increase thepore fluid pressures driving Lusi).
Model ini didukung oleh model-model analogi bahwa patahan aktif dapat menyebabkan  thixotropic shales untuk menjadi bergerak dan disemburkan sepanjang sona patahan (Mazzini et al., 2009).
Lebih jauh, gempa yang besar (>Mw7.5) telah secara jarak jauh memicu peingkatan kecepatan semuran mud volcano di Iran danAzerbaijan (Kopf, 2002; Mellors et al., 2007).  Ditambahkan disini,  tidak ada bukti langsung terhadap keterlibatan fluida dari karbonat dalam pada sistem mud volcano.
Sebagai contoh, tidak ada fragmen dari batugamping Miosen atau  batuan-batuan volkanik berumur Plio-Plesitosen yang telah diketumukan di dalam semburan lumpur (walaupun litologi ini kurang bermakna pada erosi dan frakment yang besar dari litologi tersebut tidak diangkunt ke permukaan).
Lebih jauh lagi tiga bulan survei kegempaan mikro (micro-seismicity survey) melaporkan  hanya satu even yang berasal  lebih dalam dari kedalaman 2km.
Hanya beberapa lusin even seismic micro direkam dan mencirikan tidak ada kecenderungan spasial dan gagal untuk menyediakan suatu bukti yang konklusif dari suatu jaringan patahan bawah permukaan aktif (though only a few dozen micro-seismic events were recorded and these indicated no spatial trend and failed to provide conclusive evidence of an active subsurface fault network; source: BPLS).
Akhirnya, sumur Banjar Panji-1 mengalami kerusakan yaitu ‘loss’ kecil (20 barrels) saat tujuh menit setelah gempabumi Yogyakarta, menunjukkan bahwa bagian dari gelombang gempa telah membuka bebarapa rekahan pada perpotongan dari  lubang bor (the passage of seismic waves may have opened up some fractures intersecting the wellbore Sawolo et al., 2009).

Hal memperkuat model lumpur berasal dari Kalibeng Atas dan peran gempabumi?

Terdapat beberapa isu terkait model  dimana semua dari lumpur berasal dari lempung Kalibeng Atas.
Pertama, itu tidak diketahui bagaimana gempabumi Yogyakarta dapat memicu pengaktifan kembali patahan di bawah Sidoarjo yang berjarak 250 km jauhnya.
Analisis dari semua metoda yang tersedia untuk pemicu pengaktifan patahan dan pencairan lempung via kegempaan yang jauh (Analysis of all known methods for triggering of fault reactivation and clay liquefaction via remote seismicity).
Dimana dinamika perubahan tekanan karena ayakan langsung dari gelombang seismik kedua dapat menginduksi perubahan tekanan statik (dynamic stress changes due to direct shaking, co-seismically induced static stress changes) pasca relaksasi pasca gempa dari perubahan tekanan static, dan efek elastic ayunan (post-seismic relaxation of static stress changes, and; poroelastic rebound effects).
Hal ini mencirikan bahwa gempabumi Yogyakarta pada mangnitut yang sangat kecil untuk dapat memicu pengaktivan kembali patahan di awah Sidoarjo (earthquake was at least an order of magnitude too small to have triggered fault reactivation under Sidoarjo.)
Ditambahkan bahwa perubahan tekanan maksumum (the maximum stress changes) disebabkan oleh gempabumi ini pada orde +33 kPa (lebih kecil daripada daya pasang surut (smaller than tidal forces).
Sedangkan perubahan tekanan disebabkan tendangan di lubang sumur Banjar Panji-1 magnitut lebih besar daripada tiga orde (were over three orders of magnitude greater, Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).
Lebih jauh lagi, terdapat beberapa rekaman gempabumi  yang lebih besar dan lebih dekat dari Sidoarjo daripada gempabumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dan itu tidak jelas bagaimana hanya gempabumi Yogyakarta telah memicu aliran lumpur (Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).
Juga terdapat ketidakmungkinan dan tidak mungkin untuk serpih tidak permeabel (for largely impermeable shales), walaupun di bawah likuifaksi.
Untuk menghasilkan kecepatan semburan di atas 170000 m3/hari dan dapat berlangsung dengan kecepatan rata-rata 64.000 m3/hari untuk selama tiga tahun.
Tidak ada mekanisme yang diketahui bagaimana jumlah yang banyak dari serpih dapat berlanjut  secara kotinyu dibawah likuifeksi selama suatu perioda waktu yang panjang.

Lusi memegang rekor dunia dari mud volcano yang menyembur berlanjut dengan kecepatan semburan yang besar

Akhirnya, Lusi  hanya satu-satunya mud volcano yang tidak ada lainnya dimana  tercatat dengan kecepatan semburan yang besar untuk bertahan pada perioda waktu (Lusi is the only mud volcano ever recorded that has had such large flow rates for a sustained period of time Kopf, 2002; Davies et al., 2006). Umumnya dari sistem mud volcano,  belum ada yang melaporkan mempunyai sifat serperti tersebut.
Umumnya sistem mud volcano di seluruh dunia cenderung kecepatan semburan hanya beberapa puluh sampai ratusan kubik meter per hari, tapi umumnya hanya mempunyai kehidupan semburan yang pendek 1-14 hari (Natural mud volcano systems worldwide tend to flow at rates of only a few tens to hundreds of cubic metres per day, but can occasionally have eruptions that are short-lived, 1-14 days) dan yang ekstrim liar sekitar (100.000-1.000.000 m3/hari).
Namun, semburan lumpur utama tersebut hanya tercatat pada sistem mud volcano yang berakar dalam (deeprooted mud volcanic systems) yang terutama dikendalikan oleh sumber overpressured  yang besar sehingga yang diamati kecepatan semburan di Lusi tidak konsisten  dengan mekanisme likuifaksi dengan akar dangkal (shallow-rooted liquefaction mechanism) .

 IMPLIKASI  UNTUK MEREVISI LUSI ANATOMI

Studi ini menyediakan suatu tinjauan pemutahiran dari geologi luapan lumpur Lusi dan juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan secara seimbang dan harapannya tidak bias. 
Terhadap model anatomi utama dari model-model untuk bencana geologi yang unik ini (summary of the main manatomical models for this unique geological disaster).
Sehingga debat terhadap pemicu yang rinci tidak tercakup di sini, revisi stratigrafi, ringkasan geologi di ekstrapolasi dari pengukuran di permukaan dan diskusi kedua modal untuk sistem saluran bawah permukaan Lusi (subsurface plumbing system) mempunyai implikasi untuk debat pemicu dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari bencana ini (have implications for the triggering debate and for the possible evolution and longevity of this disaster.)
Revisi dari stratigrasi di bawah Lusi mempunyai beberapa implikasi yang luas.
Semua studi yang tertuju pada aliran lumpur Lusi telah menentukan karbonat dalam sebagai Formasi Kujung dan telah dibuat asumsi terhadap sifat-sifat yang diketahui (known properties) dari satuan ini.
Lebih jauh lagi, secara teori untuk sumur Banjar Panji-1 diasumsikan bahwa sasaran dari karbonat diasumsikan mild overpressure,  sebagaimana yang rutin diamati pada reservoir karbonat Kujung di lepas pantai.
Namun, di tetangganya tumpukan karbonat (carbonate mound) yang ditempus oleh sumur Porong-1, berjarak 7 km jauhnya menunjukkan sangat tinggi overpressure (very high overpressures).
Baru-baru ini, Swarbrick et al. (under review) berupaya untuk menghitung durasi yang mungkin dari aliran Lusi dengan mengasumsikan sumur dikembangkan, tapi sekarang tidak memadai, kecepatan semburan (flow rate), porositas dan permeabilitas dan karbonat Kujung.
Ditentukan signifikan secara sosial  dan hukum dari bencana Lusi, sebelumnya menggunakan informasi dari karbonat Kujung tidak dapat ditentukan berlaku (cannot be considered as valid).
Penafsiran yang baru dari satuan yang menutupi karbonat dan yang membawahi lempung Kalibeng Atas (of the unit overlying the carbonates and underlying the Upper Kalibeng clays) terdiri dari dan batuan-batuan ekstrusi dengan  prosositas rendah, daripada sedimen volcanoklastik yang permeable yang telah mempunyai implikasi pada hidrodinamika dari daerah ini (being comprised of low porosity and tight extrusive igneous rocks, rather than permeable volcaniclastic sediments has major implications for the hydrodynamics of the region).
Model dimana fluida terutama berasal dari karbonat dalam tidak layak kecuali karbonat disekat, dan menjadi tidak layak dari usulan stratigrafi yang diusulkan pada tahap awal (The model in which the fluids are primarily derived from the deep carbonates is not feasible unless the carbonates are sealed, and thus was not likely under the initially proposed stratigraphy).
Lebih jauh lagi, pada model pencairan lempung (clay liquefaction model), telah diusulkan bahwa kecepatan aliran yang tinggi merupakan pada jangka panjang sebagai hasil penambahan dari akuifer yang berasal dari sebelumnya pasir klastikvolkanik (the long term high flow rates are the result of additional aquifer drive from the previously considered volcaniclastic sands). Teori ini tidak tampak di bawah stratigafi yang direvisi.

RANGKUMAN/KESIMPULAN

Studi ini menyediakan suatu pembaruan tinjauan terhadap geologi dari luapan lumpur Lusi.
Juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan yang seimbang dan tidak bias terhadap model anatomi dari suatu bencana geologi yang unik ini.
Sehingga debat terhadap pemicu tidak tercakup secara rinci disini. Namun adanya revisi terhadap stratigrafi, ringkasan  geologi ektrapolasi dari pengukuran permukaan dan diskusi kedua model untuk sistem saluran (plumbing system). 
Akan mempunyai implikasi untuk debat pemicu dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari bencana ini (have implications for the triggering debate and for the possible evolution and longevity of this disaster).
Isu utama dan keseimpulan dari studi ini diringkas sebabagai berikut:
  • Kedalaman karbonat di bawah Lusi (The deep carbonates underneath Lusi) berumur Miosen dan tampaknya adalah Formasi Tuban, jadi bukan karbonat Kujung berumur Oligosen (not the Oligocene Kujung carbonates)
  • Karbonat dalam ditutupi oleh batuan beku ekstrusi (extrusive igneous rocks) terdiri dari dasit, andesif, dan ‘welded tuffs’ yang mempunyai porositas sangat rendah (have very low porosities) yaitu <5% dan tampaknya juga mempunyai pemealitas rendah (low permeabilities), jadi bukan pasir klastik volkanik  (not permeable volcaniclastic sands).
  • Fraksi padat dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi bersumber dari lempung Formasi Kalibeng Atas (the Upper Kalibeng clays) pada kedalaman antara 1219-1828m (Mazzini et al., 2007).
  • Rata-rata kecepatan aliran Lusi adalah sangat signifikan lebih rendah dari yang dilaporkan oleh publikasi ilmiah dan pada media (Average flow rate for Lusi is significantly lower than what has been previously reported by scientific publications and in the media).
  • Perubahan Mendasar kecepatan aliran: Rata-rata kecepatan aliran pada tiga tahun pertama diperkirakan 64.000m3/hari (daripada 90.000-10.000 m3/hari) dan terhadap waktu telah berkurang (saat ini 20.000-30.000 m3/hari).
  • Sistem pengumpan lumpur (mud feeder system) pada kawah utama, (main vent) dimana berlanjut ke bawah sekurang-kurangnya pada lempung Kalibeng Atas, adalah apakah mendekali suatu bentuk pipa mengkerucut (conical pipe) atau dibentuk oleh perpotongan antara dua sistem sona patahan (intersection of two main fault zone) and sekurang-kurangnya lebar 30 cm sampai kedalaman 1000m.
  • Terdapat banyak lokasi semburan kecil atau sekunder (large number of minor secondary eruption sites ) yaitu air, lumpur dan gas yang disalurkan oleh sistem patahan geser berarah UT_SB dan UB-ST, dengan dua zona patahan berpotongan di dekat kawah Lusi (feed by a currently active NE-SW and NW-SE conjugate strikeslip fault system, with the two fault zones intersecting near the main Lusi vent). 
  •  Ketidakjelasan Sumber air: Ketidakjelasan utama terhadap anatomi dari mud volcano Lusi (the anatomy of the Lusi mud volcano) adalah sumber air komponen dari lumpur yang disemburkan. Temperatur dan kimia dari air mencirikan kedalaman labih besar dari 1700m.
  • Dua models untuk anatomi Lusi telah diusulkan, masing-masing secara genetik mempunyai keterkaitan dengan usulan pemicu dari bencana. 
  • Model pertama mengusulkan bahwa fluida utamanya dipisahkan dari karbonat dalam overpressure (overpressured deep carbonates). Dimana mengalir ke atas pada lubang sumur Banjar Panji-1 dan pengaktifkan kembali patahan-patahan (reactivated faults), menembus lumpur Kalibeng Atas (dan berlanjut pada air fluida pori) pada perjalanan ke permukaan.
  • Model yang disusulkan sebagai altrnatif adalah lumpur keseluruhan berasal dari lempung Kalibeng Atas, dimana telah digerakkan kembali karena dipicu oleh patahan-patahan yang sebelumnya telah ada di Sidoarjo (the mud is entirely derived from the Upper Kalibeng clays, which have been remobilised due to remote triggering of preexisting faults underneath Sidoarjo).
  • Dataset yang ada sebelumnya tidak memadai untuk membenarkan atau tidak membenarkan (unequivocally prove or disprove) model yang ada. Masing-masing model mempunyai bukti yang mendukungnya, dan juga kritik yang belum dapat dijelaskan.
Apa Langkah ke depan (What Next Lusi):

Menentukan geologi bawah permukaan dan sistem saluran dari aliran lumpur Lusi merupakan langkah ke depan yang sangat mendasar untuk memperkirakan evolusi dari mud volcano, durasi yang mungkin dari semburan (Determination of the subsurface geology and plumbing system of the Lusi mud flow is an essential first steptowards predicting the evolution of the mud volcano, likely duration of the eruption).

Juga untuk menyelesaikan debat yang telah berlangsung berkepanjangan pada pemicu dari bencana geologi yang unik ini  (and for resolving the long-running debate on triggering of this unique geological disaster).

CATATAN PENULIS
AUTHORS NOTE
Semburan lumpur Lusi (Lusi mud eruption) dan, khususnya, perdebatan pada pemicu dari bencana menjadi isu social, politik dan aspek legal.
Penulis telah mempublikasikan beberapa publikasi sebelumnya bahwa Lusi tampaknya lebih dipicu oleh ledakan bawahtanah di sumur Banjar Panji-1.
Namun, tujuan dari suti ini menyediakan suatu tinjauan yang seimbang dan tidak bias (a balanced and unbiased overview) terhadap geologi dan system saluran (geology and plumbing system) di bawah Lusi.
Sehingga, Saya, sejauh mungkin meniadakan diskusi pada teori untuk pemicu dari aliran lumpur.
Informasi yang disajikan disini bertujuan untuk mengurangi variasi yang sangat luas atau ketidakakurasian dari laporan-laporan geologi di bawah Lusi dan untuk meringkas tanpa preferensi, dari dua model untuk system saluran Lusi (Lusi’s plumbing system) dan sumber dari air yang disemburkan.
Studi ini tidak dirancang untuk membenarkan atau tidak membenarkan teori atau model tertentu, tapi lebih memberikan suatu tinjuan terhaap pemahaman saat ini dari bencana ini,


REFERENCES
Cyranoski, D., 2007, Indonesian eruption: Muddy waters: Nature, 445, 812–815.
Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007, Birth of a mud volcano: East Java, 29 May 2006: GSA Today, 17, 4–9.
Davies, R., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., and Tingay, M., 2008, The east Java mud volcano (2006 to present): an earthquake or drilling trigger?: Earth and Planetary Science Letters, 272, 627-638.
Davies, R.J., Manga, M., Tingay, M., Lusianga, S., and Swarbrick, R., 2010 (in press), DISSCUSSION: Sawalo et al. (2009) The LUSI mud volcano controversy: Was it caused by drilling?: Marine and Petroleum Geology, 27, d oi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.019.
Istadi, B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., and Alam, S., 2009, Modeling study of growth and potential geohazard for Lusi mud volcano: East Java, Indonesia: Marine and Petroleum Geology, 26, 1724-1739.
Kopf, A.J., 2002, Significance of mud volcanism: Reviews of Geophysics, v. 40, doi: 10.1029/2000RG000093.
Kusumastuti, A., van Rensbergen, P., and Warren, J., 2002, Seismic sequence analysis and reservoir potential of drowned Miocene carbonate platforms in the Madura Strait, East Java, Indonesia: AAPG Bulletin, 86, 213-232.
Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe-Sørenssen, A., and Istadi, B., 2007,
Triggering and dynamic evolution of LUSI mud volcano, Indonesia: Earth and Planetary Science Letters, 261, 375–388.
Mazzini, A., Nermoen, A., Krotkiewski, M., Podladchikov, Y., Planke, S., and, Svensen, H., 2009, Strike-slip faulting as a trigger mechanism for overpressure release through piercement structures. Implications for the Lusi mud volcano, Indonesia: Marine and Petroleum Geology, 26, 1751-1765.
Mellors, R., Kilb, D., Aliyev, A., Gasanov, G., and Yetirmishli, G., 2007, Correlations between earthquakes and large mud volcano eruptions: Journal of Geophysical Research, 112, B04304.
Morley, C.K., Crevello, P., and Ahmad, Z.H., 1998, Shale tectonics and deformation associated with active diapirism: the Jerudong Anticline, Brunei Darussalam: Journal of the Geological Society, London, 155, 475-490.
Osborne, M. J., and Swarbrick, R.E., 1997, Mechanisms for generating overpressure in sedimentary basins: a reevaluation: AAPG Bulletin, 81, 1023-1041.
Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2009, The LUSI mud volcano triggering controversy: Was it caused by drilling?: Marine and Petroleum Geology, 26, 1766- 1784.
Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2010 (in press), Was LUSI caused by drilling? – Authors reply to discussion: Marine and Petroleum Geology, 27, doi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.018.
Shara, E., Simo, J.A., Carol, A.R., and Shields, M., 2005, Stratigraphic evolution of Oligiocene-Miocene carbonates and siliciclastics, East Java basin, Indonesia: AAPG Bulletin, 89, 799-819.
Stewart, S.A., and Davies, R.J., 2006, Structure and emplacement of mud volcano systems in the South CaspianBasin: AAPG Bulletin, 90, 771-786.
Swarbrick, R.E., Mathias, S.A., Davies, R.J., and Tingay, M., under review, Probabilistic longevity estimate for the LUSI mud volcano, East Java:
Geophysical Research Letters.
Tingay, M., Hillis, R., Morley, C., Swarbrick, R., and, Okpere, E., 2003, Pore pressure/stress coupling in Brunei Darussalam implications for shale injection. In: Van Rensbergen, P., Hillis, R.R., Maltman, A.J., and, Morley, C.K. (eds.) Subsurface Sediment Mobilization. Geological Society of London Special Publication, London, 216, 369-379.
Tingay, M., Heidbach, O., Davies, R., and Swarbrick, R.E., 2008, Triggering of the Lusi mud eruption: earthquake versus drilling initiation: Geology, 36, 639-642.
Tingay, M., Morley, C.K., King, R.E., Hillis, R.R., Hall, R., and, Coblentz, D., 2010, The Southeast Asian Stress Map: Tectonophysics, 482, 92-104.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar