Senin, 16 Februari 2015

2008 Abidin, Penurunan dan Pengangkatan Sidoarjo (Jawa Timur): sebagai hasil semburan mud volcano Lusi (2006-Sekarang)

LUSI LIBRARY FILE
EBOOK LUSI

ABIDIN 2008

PAPER INI SEBAGAI PIONIR STUDI DEFORMASI DI LUSI MUD VOLCANO MENGGONAKAN KOMBINASI GPS DAN INSAR
KARENA DEFORMASI BERKORELASI DENGAN SEMBURAN, SEHINGGA KETIKA SAAT ITU SEMBURAN BERADA PADA POSISI BESAR DAN MERUSAN, SEDANGKAN INTENSITAS DEFORMASI TINGGI 4CM/HARI VERTIKAL DI BAWAH LUSI, SEHINGGA DIGUNAKAN SEBAGAI BENCHMARKING SKENARIO DEFORMASI BESAR. BAHKAN DIJADIKAN DASAR PEMIKIRAN UNTUK MENGGAMBARKAN MUD VOLCANO PURBA PORONG-1 DIMANA MENUNJUKKAN EVEN SUDDEN COLLAPSE DENGAN TOTAL AMBLESAN MENCAPAI RATUSAN METER.




Naskah Orasi: Tampilkan

https://sites.google.com/site/lulibabidin/1-abidin-2008/a-kajian-lnegkap

Penurunan dan Pengangkatan Sidoarjo (Jawa Timur):
sebagai hasil semburan mud volcano Lusi (2006-Sekarang)

Subsidence and uplift of Sidoarjo (East Java)
Due to the eruption of the Lusi mud volcano (2006–present)

H. Z. Abidin., M. A. Kusuma H,. Andreas., R. J. Davies, Deguchi School
Springer-Verlag 2008
Diterjemahkan dan dikaji secara kontekstual oleh: Dr. IR. Hardi Prasetyo
    Dalam Rangka Memperingati  4 Tahun Lusi 29 Mei 2010
Preview Lampiran Gambar: ABIDIN E-FIGURE.pdf
Tampilkan Unduh
Naskah Orisinil:
Penurunan dan Pengangkatan Sidoarjo (Jawa Timur):
sebagai hasil semburan mud volcano Lusi (2006-Sekarang)
Subsidence and uplift of Sidoarjo (East Java) Due to the eruption of the Lusi mud volcano (2006–present)
H. Z. Abidin., M. A. Kusuma H,. Andreas., R. J. Davies, Deguchi School
Springer-Verlag 2008
Diterjemahkan dan dikaji secara kontekstual oleh:
Dr. IR. Hardi Prasetyo
Dalam Rangka Memperingati  4 Tahun Lusi 29 Mei 2010



Ditelaah  secara kontekstual Oleh: Dr. IR. Hardi Prasetyo
    POKOK BAHASAN DAN KUNCI PARAGRAF

SARI

· Pengukuran fenomena amblesan dan pengangkatan. disebabkan oleh mud volcano dianalisis dengan GPS dan citra satelit InSAR:

· Besarnya subsidence Juni 2006-September 2007, 0,1-4cm/hari:

· Kecepatan maksimum vertikal di pusat semburan dan horisontal maksimum di baratlaut  sebesar 0,03-0,9cm/h:

· Pengangkatan diluar Pusat semburan sebesar 0,09 cm/hari:

· Amblesan  dan pengangkatan regional dari Citra satelit InSAR

· Subsidence tipe sag-like terjadi sejak saat awal semburan, uplift 3-4 bulan kemudian terkait pergerakan Patahan Watukosek:

· Pengendali mekanisme penurunan karena efek pembebanan lumpur dan tanggul dan runtuhan disertai erosi bawah permukaan:

· Prediksi total subsidence 3 dan 10 tahun sebesar 44m dan 146m di pusat semburan:

· Mud volcano Lusi pada kondisi reorganisasi sendiri:

· Kata Kunci: Mud volcano Sidoarjo, Penurunan Lusi, Runtuhnya Kaldera:

KESIMPULAN

· Terjadi pergerakan tanah vertikal dan horizontal dipicu semburan mud volcano:

· Subsidence berlangsung secara stabil dan berlanjut dengan intensitas 0,1-4cm/hari:

· Subsidence dengan intensitas stabil pada 3-10 tahun total subsidence antara 44 dan 146m:

· Sesar menurun dari suatu kaldera terjadi di pusat semburan:


· Pengendali mekaniseme subsidence yaitu pembebenan lumpur, runtuhnya penutup, dan pekerjaan di permukaan:

· Citra InSAR dapat mengidentifikasikan pengangkatan yang terjadi 3-4 bulan pasca semburan:

· Tidak ada bukti-buki patahan Watukosek terjadi sebagai aktivasi saat awal semburan:

· Mekanisme gerakan horizontal minor tidak jelas, alternatif dipicu sesar-sesar normal kearah pusat semburan:

· Collapse dengan intensitas 1-3 m terjadi pada Maret 2008, sejalan terbentuknya kaldera dan patahan normal:

· Waktu hidup (time life) mud volcano akan mempengaruhi perluasan deformasi:

· Bila semburan berlanjut sampai 2 tahun, sehingga harus diperhatikan propagasi pergerakan tanah secara lateral dan dampak lingkungannya:

· Perlu adanya estimasi terhadap semburan berlangsung dalam jangka panjang:

Pendahuluan

· TAwal semburan mud volcano Lusi, semburan berlanjut dan dampak pada kehidupan, lingkungan dan infrastruktur:

· Perkiraan dampak utama pada lingkungan laut:

· Kerusakan diakibatkan mud volcano pada bangunan rumah, perkantoran, industri, mesjid, dll:

· Studi mud volcano belum menjadi yang umum:

· Penampang seismik refleksi membuktikan bahwa semburan mud volcano menyebabkan subsidence permukaan bumi:


· Mud volcano tumbuh di daerah terpencil pada perioda yang lama, Lusi tidak umum dengan angka semburan dan durasi yang tinggi:

· Mud volcano berkembang di daerah berpenduduk padat, pengukuran dilakukan  dengan 2 teknik yang independen:

· Tujuan makalah dari pengukuran dan penafsiran, prediksi dan usaha untuk memperkirakan tahap perkembangan ke depan:


Mud volcano Lusi

Sistem mud volcano Lusi di Jawa dan Jawa Timur, tatanan geologi dan tektonik:

· Posisi sistem mud volcano:

· Cekungan Inversi:

· Formasi Batugamping Kunjung sebagai target:

· Foto ciri utama mud volcano:

· Foto citra satelit memperlihatkan pertumbuhan luapan genangan Lusi dari 3,6 juta km2 (Agustus 2006) jadi 7 km2 (April 2008):

· Total volume lumpur 18 juta metrik ton:

· Awal semburan terdiri dari beberapa kepundan searah Patahan Watukosek:

· Dua alternatif mekanisme yaitu gempabumi dan pemboran:

· Keberadaan batugamping Formasi Kujung:


· Bukti sumber semburan lumpur pada kedalaman 1.291-1.825 m berumur Plio-Pleistosen dan Pelistosen:

 

Penafsiran

Subsidence, uplift dan pergerakan lateral (lateral displacement)

· Pengendali pergerakan menurun, menaik dan lateral:

· Permasalahan subsidence  maksimun kearah baratlaut dan timurlaut:

· Sistem aliran tidak terdiri dari satu saluran vertikal:

·  Lebih banyak erosi bawah permukaan sistem pengumpan di baratlaut:

· Rekahan lebih banyak terkonsentrasi di baratlaut:

· Terjadinya zona depresi di baratlaut terkait Lapangan Wunut:

· Penjelasan pergerakan lateral berdimensi kecil:

Perkembangan Ke Depan

· Suatu pandangan melalui perbandingan dengan mud volcano lainnya (Insights through comparison with other mud volcanoes):

· 2010 Pembentukan patahan kaldera dan pertumbuhan genangan volcanik:

· Lusi mengalami subsidence tipe ambles (sag-like subsidence):

· Peningkatan subsidence di pusat semburan indikasi mud volcano telah runtuh:


· Proses sinergi subsidence yang pengisian lumpur dari semburan:

· Subsidence pasca September 2007 akan mencakup lebih radius 8-10km dari pusat semburan:

· Kemungkinan terbentuknya kaldera dari patahan ke bawah:

· Perkembangan mud volcano juga didasarkan pada analogi dari mud volcano lainnya:

· Pembentukan geometri bikonik  (subsidence dan diisi sedimen)  dengan suatu Pusat Semburan:

· Kecepatan subsidence yang lambat membentuk kerucut (bicone):

· Spekulasi Lusi berada pada pengorganisasian sendiri, membentuk patahan baru dan kelanjutan subsidence:

· Patahan yang baru terbentuk menyediakan suatu jalan keluar yang baru (pathway):

· Akuifer dangkal yang telah ada sebelumnya dapat dihubungkan oleh sesar baru:


Prediksi Subsidence DI Sidoarjo

· Asumsi perhitungan total subsidence dengan kecepatan semburan konstan:

· Perkiraan subsidence di tepian genangan lumpur 1,1 m dan 3,7m (3 dan 10 tahun):

 · Perkiraan subsidence di sekitar Pusat Semburan lumpur 44 m dan 146 m (3 dan 10 tahun):

· Mengapa subsidence di permukaan tidak teramati dan sebaliknya?

· subsidence di permukaan tanah mungkin tidak nampak jelas.

Hasil

Pengukuran Jangka Pendek (Short-term measurements)
· Peralatan dan hasil pengukuran gerakan tanah (displacement) vertical dan horizontal:
· Indikasi kecepatan pergerakan meningkat, gerakan vertical lebih besar dari lateral pada 3 bulan pertama:
· 3 bulan pertama radius yang menurun sekitar 1 km dari PS:
· Indikasi kecepatan pergerkan disekitar PS bervariasi:
· Gambarn umum tahun pertama gerakan mengarah ke baratlaut, Lokasi sumur BJP-1:
· Subsidence yang cepat terjadi 1 km dari PS pada tiga bulan pertama dari awal semburan:
· Peningkatan subsidence Februari-Maret 2008 (5-20 cm/h sampai 1-3m/hari) :
· Bukti-bukti adanya uplift:
Pemantauan Berlanjut (Continuous monitoring)
· Umum Stasion GPS di  RW01 dan RW02:
 · Kecepatan subsidence 1,8-3,8 cm/hari:
·  Pergerakan horizontal 1,0 cm/hari terutama kearah baratlaut PS:
· Perkiraan subsidence  untuk 2 tahun ke depan 13,1 dan 27,6 m:
Hasil Interferograms
· Penggunaan referensi satelit untuk interferograms:
· Juli 2006-Februari 2007 kecepatan semburan 1-4 cm/hari:
· Pergerakan vertikal Agustus 2006:
· Dua daerah depresi:
· Pergerakan sepanjang arah dari Patahan Watukosek:
Bukti rekahan-rekahan dari pergerakan tanah dan implikasinya
· Rekahan terjadi pada rumah-rumah berjarak 1-2 km dari Pusat Semburan:
· Pipa gas meledak 22 November 2006 terjadi pada wilayah dengan tingkat subsidence tertinggi:
· Pergerakan dekstral:
METODOLOGI
· Dua strategi pengukuran gerakan vertical dan horizontal:
· Data InSAR dibandingkan GPS untuk menentukan terjadinya subsidence dan uplift pada daerah yang lebih luas:
Tahapan pengukuran jangka pendek
· Pengukuran jangka pendek 3-7 hari dari Juni 2006 sampai September 2007:
· Pengukuran di dekat kawah dan daerah yang lebih luas:
· Pengukuran Koordinat stasion GPS dan mendapatkan pergerakan vertikal dan horizontal:
· Rincian pengukuran dari 10 misi:
· Justifikasi pemilihan lokasi GPS:
· Standar deviasi estimasi koordinat untuk pergerakan horizontal dan vertikal dalam skala millimeter:
· Pengukuran berkelanjutan
· Lima stasion GPS berlanjut dan dua yang representatif RW01 dan RW02 :
Pengukuran InSAR
· Pemanfaatan teknik InSAR di Sidoarjo:
· Perhitungan perkiraan kecepatan subsidence (fringe X panjang gelombang: durasi waktu):

Referensi
 SARI
Pengukuran fenomena subsidence dan pengangkatan pada daerah disebabkan oleh mud volcano dengan GPS dan citra satelit InSAR:
Telah dilakukan pengukuran penurunan dan pengangkatan (subsidence and uplift) pada daerah yang berpenduduk padat di Sidoarjo, Jawa Timur, yang mengalami bencana oleh semburan mud volcano Lusi (2006-sekarang).
Dengan menerapkan sistem penentuan posisi global (Global positioning system GPS) dan satelit berbasis InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).
Data subsidence merupakan yang pertama pasca semburan:
Data set tersebut merupakan suatu pengukuran secara kuantitatif langsung yang pertama dilakukan, terhadap deformasi tanah (land deformation) yang disebabkan oleh semburan mud volcano.
Besarnya subsidence Juni 2006-September 2007 yaitu  0,1-4cm/hari:
Data GPS yang direkam dengan perioda beberapa jam sampai beberapa bulan, menunjukkan bahwa antara bulan Juni 2006 dan September 2007, permukaan bumi telah mengalami penurunan dengan kecepatan 0,1 sampai 4 cm/hari.
Kecepatan maksimum vertikal di pusat semburan dan horisontal maksimum di baratlaut  sebesar 0,03-0,9cm/h:
Kecepatan maksimum penurunan terjadi di daerah sebelah baratlaut dari pusat semburan mud volcano. Sedangkan pergerakan horisontal sebesar 0,03–0,9 cm/h, juga dengan arah yang sama.
Terjadinya pengangkatan (uplift) diluar Pusat semburan sebesar 0,09 cm/hari:
Secara umum pengangkatan sebesar 0,09 cm/h juga tercatat di luar pusat semburan.
Citra satelit InSAR mengindikasikan penurunan dan pengangkatan regional:
Perubahan pada elevasi yang diukur menggunakan citra satelit (teknik InSAR) menyediakan suatu dataset penurunan dan pengangkatan regional (regional subsidence and uplift).
Subsidence tipe sag-like terjadi sejak saat awal semburan sedangkan uplift 3-4 bulan kemudian terkait pergerakan Patahan Watukosek:
Dikonfirmasikan bahwa selama tahun pertama sejak awal terjadi semburan Lusi, daerah tersebut telah mengalami subsidence tipe ambles (sag-like subsidence) di pusat semburan dan di sebelah baratlaut; serta pengangkatan terjadi 3–4 bulan setelah awal terjadinya semburan, disebabkan pergerakan sistem patahan Watukosek (Watukosek fault system movement).
Pengendali mekanisme penurunan karena efek pembebanan lumpur dan tanggul dan runtuhan disertai erosi bawah permukaan:
Penurunan terjadi karena : 1) bobot lumpur (mud loading) dan tanggul-tanggul buatan manusia dan 2) runtuhnya penutup karena adanya pemindahan (removal) lumpur di bawah permukaan.
Prediksi total subsidence 3 dan 10 tahun sebesar 44m dan 146m di pusat semburan:
Diasumsikan bahwa bila penurunan dengan kecepatan yang konstan sebesar 4 cm/hari, maka pusat semburan akan mengalami total penurunan sebesar 44 m dalam waktu 3 tahun, dan lebih dari 146 m selama 10 tahun ke depan.
·        Mud volcano Lusi pada kondisi reorganisasi sendiri
 Mud volcano sekarang berada pada suatu kondisi pengorganisasiannya sendiri (The mud volcano is now in a self-organizing state), dengan suatu saluran fluida yang baru dibentuk sebagai hasil dari keruntuhan (collapse).

Kata Kunci: Mud volcano Sidoarjo, Penurunan Lusi, Runtuhnya Kaldera

KESIMPULAN

Terjadi pergerakan tanah vertikal dan horizontal dipicu semburan mud volcano:
Semburan mud volcano Lusi telah memicu terjadinya pergerakan tanah secara vertikal dan horizontal (vertical and horizontal ground displacements).
Penurunan berlangsung secara stabil dan berlanjut dengan inensitas 0,1-4cm/hari:
Penurunan terjadi secara stabil dengan kecepatan 0,1 dan 4 cm/hari menghasilkan perkembangan suatu runtuhan berbentuk gerowongan (avoid-shaped sag).
Dengan intensitas stabil pada 3-10 tahun total subsidence antara 44 dan 146m.
Bila kondisi ini berlanjut 3-10 tahun, diperkirakan pusat semburan di Sidoarjo akan mengalami total penurunan (total subsidence) antara 44 dan 146m.
 Sesar menurun dari suatu kaldera terjadi di pusat semburan:
Penurunan di bagian pusat semburan terjadi oleh adanya sesar menurun dari suatu kaldera (downfaulting of a caldera).
Pengendali mekaniseme penurunan yaitu pembebenan lumpur, runtuhnya penutup, dan pekerjaan di permukaan:
 Diusulkan bahwa penurunan terjadi karena: 

pembebanan lumpur (mud loading),
runtuhnya penutup karena adanya pemindahan lumpur dari bawah permukaan, dan
perkejaan di permukaan (seperti pembangunan tanggul-tanggul) yang menyebabkan pemampatan tanah.
·        Citra InSAR dapat mengidentifikasikan pengangkatan yang terjadi 3-4 bulan pasca semburan:
Data InSAR juga mencirikan terjadinya fenomena pengangkatan tanah (land uplift), disebabkan pergerakan sistem patahan Watukosek (Watukosek fault system), yang terjadi 3-4 bulan setelah awal semburan bermula  yaitu 29 Mei 2006
 ·        Tidak ada bukti-buki patahan Watukosek terjadi sebagai aktivasi saat awal semburan:
Tidak ada bukti adanya pergerakan patahan Watukosek pada bulan-bulan sebelumnya, sebagai hasil reaktifasi selama gempabumi Yogyakarta.
·        Mekanisme gerakan horizontal minor tidak jelas, alternatif dipicu sesar-sesar normal kearah pusat semburan:
Kejadian dari pergerakan horizontal yang kecil tidak jelas, salah satu mekanisme adalah sesar-sesar normal terbentuk dan bergerak ke bawah menuju pusat mud volcano.
·        Collapse dengan intensitas 1-3 m terjadi pada Maret 2008, sejalan terbentuknya kaldera dan patahan normal:

Bukti-bukti dari pengukuran yang baru diambil pada bulan Februari dan Maret 2008 mengindikasikan bahwa intensitas penenggelaman terjadi antara 1-3 m dalam satu malam.
Hal ini sebagai suatu indikasi bahwa terjadinya struktur patahan, merepresentasikan tahap awal pembentukan kaldera (start of caldera formation).
·        Waktu hidup (time life) mud volcano akan mempengaruhi perluasan deformasi:
Perluasan dari deformasi yang berasosiasi dengan mud volcano akan tergantung kepada waktu hidup dari semburan.
Bila semburan berlanjut sampai 2 tahun, sehingga harus diperhatikan propagasi pergerakan tanah secara lateral dan dampak lingkungannya:
Katakan semburan akan berlanjut sampai 2 tahun tanpa perioda berhenti yang signifikan. Sehingga studi ke depan harus berfokus kepada suatu pemodelan dan pemantauan terghadap propagasi pergerakan tanah secara lateral dan dampak lingkungannya.
·        Perlu adanya estimasi terhadap semburan berlangsung dalam jangka panjang:
Fokus jangka menengah yang penting adalah melakukan estimasi jangka panjang terhadap terjadinya semburan.

Pendahuluan

·        Awal semburan mud volcano Lusi, semburan berlanjut dan dampak pada kehidupan, lingkungan dan infrastruktur:

Pada 29 Mei 2006 mud volcano Lusi mulai menyembur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia (Davies et al. 2007; Gamb. 1). Suatu semburan yang berlanjut, terdiri dari campuran material lumpur, air dan gas. Sehingga menyebabkan rusaknya kehidupan dan lingkungan dan infrastruktur.

·        Perkiraan dampak utama pada lingkungan laut

Dampak utama diperkirakan pada lingkungan laut dan pertambakan, sehingga memberikan pengaruh terhadap ribuan orang yang menggantungkan kehidupannya pada industri perikanan dan udang lokal.

·        Kerusakan diakibatkan mud volcano pada bangunan rumah, perkantoran, industri, mesjid, dll

Mud volcano telah membanjiri dan merusakkan  secara fisik terhadap 10.426 rumah tinggal, 33 gedung sekolah, 4 perkantoran, 31 perusahaan, 65 mesjid, 2 sekolah agama, dan 28 bangunan lainnya.

·        Korban 14 orang meninggal dan dampak sosial-ekonomi

Empatbelas orang telah meninggal dunia, kira-kira 10.000 orang telah dievakuasi, dan 2.441 orang telah kehilangan pekerjaan sebagai akibat rusaknya perusahaan.

Khususnya akibat rusaknya sekolah akan memberikan dampak langsung pada 5.397 siswa, 405 guru, dan 46 staf (Kompas 2007).

·        Studi mud volcano belum menjadi yang umum:

Walaupun ribuan mud volcano telah terjadi di bumi ini pada kedudukan tektonik kompresif, di delta sungai dan daerah lainnya. Telah dilakukan prediksi struktur bawah permukaan terhadap tekanan berlebih (overpressure) yang berkembang pada batuan-batuan sedimen (Milkov 2000), namun studi mud volcano tidak/belum menjadi suatu yang fancy.

·        Studi penampang seismik refleksi membuktikan bahwa semburan mud volcano menyebabkan penurunan permukaan bumi

Riset baru-baru ini terhadap mud volcanoe yang dianalisis menggunakan pencitraan penampang seismik refleksi, memperlihatkan bahwa semburan mud volcano menyebabkan permukaan bumi mengalami penurunan  (Davies and Stewart 2005; Stewart and Davies 2006).

Hal ini menghasilkan perkembangan amblesan (sags) dan terkadang terbentuk kaldera yang  patah kebawah (downfaulted calderas) (Davies and Stewart 2005; Evans et al. 2007, 2008).

Namun, sebelumnya kelahiran mud volcano tidak dapat diamati secara lebih jelas.

·        Umumnya mud volcano tumbuh di daerah terpencil pada perioda yang lama, Lusi tidak umum dengan angka semburan dan durasi yang tinggi:

Umumnya mud volcano telah menyembur pada daerah tidak berpenduduk dan tumbuh pada perioda waktu yang lama (104-106 tahun).

Oleh karena itu tidak ada pengukuran langsung terhadap pergerakan vertikal dan potensi gerakan horizontal dari permukaan bumi yang dapat dilakukan.

Dalam hal ini mud volcano Lusi menjadi  sangat tidak umum, karena pertumbuhan dari gunung, kecepatan semburan (flow rate) dan durasi dengan angka yang sangat tinggi. (Davies et al. 2007).

·        Mud volcano berkembang di daerah berpenduduk padat, pengukuran dilakukan  dengan 2 teknik yang independen:

Mud volcano juga terjadi di daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi dan hal ini menjadi alasan pengukuran pergerakan vertikal dan horizontal yang pertama kalinya dapat direkam, menggunakan dua teknik yang satu dengan lainnya independen.

·        Tujuan makalah dari pengukuran dan penafsiran, prediksi dan usaha untuk memperkirakan tahap perkembangan ke depan

Makalah ini menguraikan hasil pengukuran, yang sangat penting untuk pengelolaan daerah bencana di kemudian hari, dengan menginterpresentasikan bagaimana dan mengapa permukaan kerak bumi mengalami derformasi dan kemungkinan mempunyai arti penting untuk mengelola daerah bencana ke depan (important for the future management of the disaster area) (Gamb. 2).
MUD VOLCANO LUSI

Sistem mud volcano Lusi di Jawa dan Jawa Timur, tatanan geologi dan tektonik:

·        Posisi sistem mud volcano:
Sistem mud volcano (Mud volcano system) umum berkembang di pulau Jawa dan khususnya di Jawa Timur.

·        Cekungan Inversi:

Lusi menyembur di Cekungan Jawa Timur, merupakan suatu cekungan inversi yang (inverted extensional basin (Matthews and Bransden 1995)), terdiri dari seri struktur half graben berarah timur-barat. Struktur ekstensi berkembang selama zaman Paleogen dan direaktifasi kembali dengan tektonik kompresif selama Miosen Awal sampai Resen.

(a)   Foto kaldera utama pada beberapa bulan setelah awal semburan;

(b)   Bubble nomor 76 menyembur selama Februari 2008 di luar daerah genangan dekat pabrik;

(c)    Perusahaan tergenang lumpur;

(d)  Daerah dimana lumpur telah diendapkan meninggalkan semburan air yang ekstensif;

(e)   Rumah-rumah yang tergenang;

(f)     Daerah-daerah dimana lumpur telah mongering dan merekah;

(g)   Genangan di rel kereta api pada bagian barat dari Lusi;

(h)   Awal banjir di jalan tol, dimana mengalir melintang dari pusat semburan;

(i)     Kampung yang hilang.

·        Formasi Batugamping Kunjung sebagai target:

Batugamping Formasi Kujung pada suatu antiklin berarah timur barat, merupakan target dari sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

·        Foto ciri utama mud volcano:

Fotografi (Gamb. 3) dan foto satelit (Gamb. 4, 5a, b, c) memperlihatkan ciri utama dari mud volcano) .

·        Foto citra satelit memperlihatkan pertumbuhan luapan genangan Lusi dari 3,6 juta km2 (Agustus 2006) jadi 7 km2 (April 2008):

Foto berurutan citra satelit diambil setiap bulannya memperlihatkan bahwa pertumbuhan luapan lumpur meluas dari 3,6 juta km2 pada Agustus 2006 menjadi 6,9 km2 pada bulan Mei 2007 (Gamb. 4).

Sekeliling dari semburan sekarang dilindungi oleh tanggul-tanggul buatan manusia (the perimeter of the mud edifice is now protected by man-made dykes), saat paper ini ditulis (April 2008) daerah luapan masih tetap sekitar 7 km2.

·        Total volume lumpur 18 juta metrik ton:

Berdasarkan pada estimasi densitas lumpur sekitar of 1,5 gcc -1 dan volume lumpur sebesar 0,012 km3 maka total volume lumpur 18.000.000 (18 juta) metrik ton lumpur yang telah disemburkan.

·        Awal semburan terdiri dari beberapa kepundan searah Patahan Watukosek:

Semburan berawal dari beberapa kepundan yang berarah mendekati dari patahan Watukosek dengan jurus timurlaut-baratdaya (Mazzini et al. 2007).

Namun, kebanyakan semburan ini berumur pendek, dan hanya satu yang sampai saat ini terus berkembang sebagai pusat kawah (main central vent) pada studi ini digunakan istilah sebagai pusat semburan ‘main vent’ (Gamb. 3, 5a–c)].

·        Dua alternatif mekanisme yaitu gempabumi dan pemboran:

Dua mekanisme telah diusulkan sebagai mekanisme pemicu untuk gunung lumpur yaitu gempabumi Yogyakarta yang terjadi pada 27 Mei 2006 dan lainnya pemboran sumur eksplorasi gas yang berjarak 150 cm dari pusat kawah semburan yang sekarang.

Manga (2007) menyimpulkan bahwa gempa bumi tidak mempunyai makna yang cukup, dalam intensitas atau jarak yang sangat jauh dari pusat semburan.

Davies et al. (2007) mengusulkan bahwa mud volcano Lusi dipicu oleh pemboran.

Sedangkan Mazzini et al. (2007) mengusulkan bahwa gempabumi telah mereaktivasi patahan Watukosek yang berarah umum timurlaut-baratdaya dan menyebabkan pembentukan gunung lumpur Lusi.

·        Urut-urutan lapisan sedimen dari muda ke tua menurut Manzzini et al., (2007)

Mazzini et al., (2007) melaporkan bahwa sumur telah dibor pada kedalaman relatif  dangkal, dan terdiri dari urut-urutan sedimen (Gambar. 5a), yaitu:

1.      Sedimen aluvial (alluvial sediments),

2.      Selang-seling batupasir dan serpih dari Formasi Pucangan, (sampai kedalam 900 m),

3.      Lempung abu-abu kebiruan berumur Pleistosen dari Formasi Kalibeng Atas (Pleistocene bluish gray clay of the Upper Kalibeng Formation), sampai pada kedalaman 1.871 m,

4.      Pasir volkanoklastik pada ketebalan sekurang-kurangnya tebal 962 m.

·        Keberadaan batugamping Formasi Kujung:

Sumur eksplorasi terdekat adalah sumur Porong-1, telah dibor dengan jarak 6,5 km kearah timurlaut dari Sidoarjo dan korelasi dengan seismik dari sumur Banjar Panji-1 memperlihatkan bahwa di bawah urutan sedimen-sedimen tersebut terdapat batuan karbonat dari Formasi Kujung (Gamb. 5a).

·        Bukti sumber semburan lumpur pada kedalaman 1.291-1.825 m berumur Plio-Pleistosen dan Pelistosen:

Beberapa fosil yang diambil dari semburan lumpur dan dianalisis umurnya, adalah sedimen berumur Plio-Pleistosen dan Pleistosen, dimana pada lokalitas ini terdapat pada kedalaman lebih dari 1.219–1.828 m (Gambar. 5a).

·        Target eksplorasi sumur Banjar Panji-1 gas dari Formasi Kujung

Sumur Banjar Panji-1 merupakan sumur eksplorasi dengan target gas pada Formasi Kujung berumur Oligo-Miosen dari Formasi  Kujung terdiri dari batuan karbonat di dalam Cekungan Jawa Timur.
Penafsiran
Subsidence, uplift dan pergerakan lateral (lateral displacement)

·        Pengendali pergerakan menurun, menaik dan lateral:

Pergerakan vertikal di dalam dan di sekitar daerah mud volcano Lusi terutama dikendalikan oleh:

(1)         Beban lumpur (mud loading),

(2)         Runtuhnya penutup karena adanya pengosongan lumpur di bawah permukaan (collapse of the overburden due to the removal of mud from the subsurface),

(3)         Pemadatan tanah karena adanya pekerjaan di permukaan antara lain pembangunan tanggul-tanggul (construction of dykes), dan

(4)         Di daerah terjadi pergerakan oleh reaktivasi dari sistem patahan Watukosek (displacements on the reactivated  Watukosek fault system).

·        Permasalahan subsidence  maksimun kearah baratlaut dan timurlaut:

Harus ada beberapa penjelasan untuk menjawab mengapa dan kecepatan maksimum dari subsidence yang terjadi pada jarak 300-400m kerarah baratlaut/timurlaut? dari pusat semburan selama Juni 2006 sampai September 2007.

·        Sistem aliran tidak terdiri dari satu saluran vertikal:

Hal itu kemungkinan mencirikan sistem pengaliran (plumbing system) tidak terdiri dari suatu saluran vertikal yang lurus yang mengumpan lumpur dari kedalaman kira-kira 1.219 sampai 1.828 m sampai ke permukaan kawah.

·Lebih banyak erosi bawah permukaan sistem pengumpan di baratlaut:

Sebagai alternatif mungkin telah terjadi erosi yang lebih banyak pada lumpur dari sistem pengumpan di daerah baratlaut dari pusat semburan, sekurang-kurangnya pada tahun pertama dari semburan.

·        Rekahan lebih banyak terkonsentrasi di baratlaut:

Hal tersebut menjadi sangat masuk akal bahwa kegagalan dari casing berada pada titik atau di bawah 1.091 m, (Davies et al. 2007) terjadi di sektor baratlaut dari lubang bor.

Sebagai alternatif rekahan-rekahan lebih terkonsentrasi di baratlaut dari sumur bor dengan alasan lainnya.

·        Terjadinya zona depresi di baratlaut terkait Lapangan Wunut:

Kearah baratlaut dari daerah genangan terbentuk zona depresi kedua (the second depression zone).

Hal itu tampak secara jelas dari bulan Agustus 2006 dan selanjutnya.

Amblesan bersamaan dengan lapangan gas Wunut (The sag is coincident with the Wunut gas field) dan ditafsirkan sebagai hasil deplesi dari lapangan dan penurunan dari penutup (is interpreted to be the result of depletion of the field and subsidence of the overburden).

·        Penjelasan pergerakan lateral berdimensi kecil:

Pergerakan lateral dengan besaran yang kecil menjadi lebih bermasalah untuk menjelaskannya.

Terdapat sesar-sesar normal yang menurun ke bawah ke daerah yang mengalami kecepatan maksimum menurun atau kearah semburan utama, dimana harus memperhitungkan komponen pergerakan lateral (The occurrence of normal faults downthrown towards the region undergoing the maximum rates of subsidence or towards the main vent could account for lateral displacement (Gambar 12).

Ketika kecepatan subsidence telah diukur dengan kecepatan konstan, maka sesar normal harus merupakan ciri-ciri yang minor.
PERKEMBANGAN KE DEPAN
·              Suatu pandangan melalui perbandingan dengan mud volcano lainnya (Insights through comparison with other mud volcanoes):
Semburan lumpur dan daerah subsidence warna abu-abu. Daerah pengangkatan warna hijau. Sistem patahan Watukosek dengan warna kuning.
(a) Situasi selama tahun 2006 2007, dengan subsidence sebesar 0,1–4,0 cm/hari. Reaktivasi sistem patahan watukosek menyebabkan daerah pengangkatan dengan warna hijau di timurlaut Lusi.

Mud volcano dibatasi oleh pengendalian tanggul-tanggul. Subsidence seperti ambles (Sag-like subsidence) dominan, tapi terdapat juga pengangkatan karena reaktivasi dari sistem patahan Watukosek.

·        (b) 2008–2010 Ekspansi mud volcano dan inisiasi dari patahan-patahan kaldera (initiation of caldera faults).
2010 Pembentukan patahan kaldera dan pertumbuhan genangan volcanic:
2010 seterusnya, patahan kaldera menjadi hal yang penting dan subsidence yang signifikan pada bagian tengah dari caldera faults mud volcano, berlanjut secara lateral dan pertumbuhan vertical dari genangan vulkanik (volcanic edifice).

Suatu kaldera dapat terbentuk di pusat atau pergeseran dari bagian tengah daerah depresi (Davies and Stewart 2005; Stewart and Davies 2006).

·              Lusi mengalami subsidence tipe ambles (sag-like subsidence):

Sejauh ini Lusi telah mengalami subsidence tipe ambles (sag-like subsidence) dan bersamaan mengisi dari daerah depresi (Gamb. 14a–c).


Peningkatan yang dramatis pada kecepatan subsidence terjadi pada Februari dan Maret 2008, mencirikan indikasi bahwa bagian tengah dari mud volcano mulai runtuh.

Perkembangan dari kaldera sekitar pusat semburan dapat dihitung untuk peningkatan kecepatan subsidence yang dramatis (Fig. 14c).
Proses sinergi subsidence yang pengisian lumpur dari semburan:

Diperkirakan bahwa zona subsidence maksimum pada bagian tengah dari genangan adalah dimana semua lumpur akan ditampung, selanjutnya menciptakan subsidence lokal yang dapat diisi dengan semburan lumpur.

·              Subsidence pasca September 2007 akan mencakup lebih radius 8-10km dari pusat semburan

Setelah September 2007, subsidence telah mempengaruhi suatu daerah lebih  8–10 km dari pusat semburan, dimana semburan akan meningkat ketika semburan berlanjut (Gamb. 14a–c).

·              Kemungkinan terbentuknya kaldera dari patahan ke bawah:

Bila kaldera tidak terbentuk daripada ekspansi lateral dari genangan dari volume lumpur mungkin diakomodasikan pada kawasan kaldera dari pertumbuhan patahan ke bawah di (within the growing down-faulted caldera region).

·              Perkembangan mud volcano juga disasarkan kepada analogi dari mudvolcano lainnya:

Berdasarkan kepada analisis terhadap bagaimana mud volcano lainnya berkembang, data yang disajikan pada makalah ini digunakan untuk memperkirakan perkembangan Lusi ke depan.

·              Pembentukan geometri bikonik  (subsidence dan diisi sedimen) dengan suatu Pusat Semburan:

Beberapa mud volcano purba secara tipe membentuk suatu geometri bikonik (mud volcanoes typically form a biconic geometry). (Gambar 13; Stewart and Davies 2006) dengan suatu pusat kaldera (Davies and Stewart 2005).

Bentuk bikonik kemungkinan berkembang sebagai hasil dari subsidence di daratan atau dasar laut, dimana menghasilkan suatu daerah depresi, selanjutnya diisi dengan sedimen yang disemburkan (filled with erupted sediment).

·              Kecepatan subsidence yang lambat membentuk kerucut (bicone):

Subsidence yang lambat dan selanjutnya setengah bagian atas membentuk biocone sebagai hasil dari  subsidence yang lambat.

·              Spekulasi Lusi berada pada pengorganisasian sendiri, membentuk patahan baru dan kelanjutan subsidence:

Penulis berspekulasi bahwa mud volcano Lusi sekarang berada pada suatu tingkat pengorganisasian sendiri (in a self-organizing state), dimana semburan yang terdiri dari lumpur-air dan bersamaan dengan itu terjadinya erosi di bawah permukaan menyebabkan subsidence dan penyesaran.

·               Patahan yang baru terbentuk menyediakan suatu jalan keluar yang baru (pathway):

Pada mud volcanoes lainnya patahan-patahan baru berkembang karena runtuhnya daerah pusat dan selanjutnya menyediakan suatu jalan keluar yang baru (new pathways) untuk aliran dari campuran lumpur dan air  (Davies and Stewart 2005).

·              Akuifer dangkal yang telah ada sebelumnya dapat dihubungkan oleh sesar baru:

Akuifer yang lebih dangkal dapat dicabangkan oleh suatu sistem sesar yang baru (Shallower aquifers could be breached by the new fault systems).
PREDIKSI SUBSIDENCE DI SIDOARJO

·              Asumsi perhitungan total subsidence dengan kecepatan semburan konstan:

Jumlah total subsidence dari permukaan bumi memberikan asumsi yang berbeda terhadap durasi semburan yang dapat diperkirakan.  Dengan asumsi bahwa kecepatan yang diukur relatif kontan(Tabel 3).

·              Perkiraan subsidence di tepian genangan lumpur 1,1 m dan 3,7m (3 dan 10 tahun)

Pada sekitar tepian dari daerah genangan lumpur, diasumsikan kecepatan subsidence umum kira-kira sebesar 0,1 cm/hari, maka pada tiga tahun masa hidup akan memberikan subsidence rata-rata lebih dari 1,1 m.  Bila masa hidup 10 tahun akan memberikan subsidence lebih dari 3,7 m.

·              Perkiraan subsidence di sekitar Pusat Semburan lumpur 44 m dan 146 m (3 dan 10 tahun)

Di bagian tengah dari mud volcano, termasuk daerah di baratlaut dari pusat semburan, diasumsikan kecepatan subsidence umumnya 4 cm/hari. Untuk tiga tahun kehidupan subsidence rata-rata lebih dari 44m, dan 10-tahun masa hidup akan menghasilkan subsidence sebesar 146m.


Karena subsidence kawasan akan diisi dengan semburan lumpur, maka subsidence di permukaan tanah mungkin tidak nampak jelas.

Bila subsidence terjadi tanpa erupsi dari lumpur, maka sumbsidence di permukaan akan menjadi lebih teramati.

HASIL
Pengukuran Jangka Pendek (Short-term measurements)

Peralatan dan hasil pengukuran gerakan tanah (displacement) vertical dan horizontal

Peralatan GPS untuk menentukan pergerakan dari kegiatan 1-3, dilaksanakan pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2006 (Tabel 2), menunjukkan bahwa permukaan tanah mengalami pergerakan horizontal dan vertikal  (horizontal and vertical displacements Fig. 6a, b)).

·              Indikasi kecepatan pergerakan meningkat, gerakan vertical lebih besar dari lateral pada 3 bulan pertama

Tampak juga bahwa pada tiga bulan pertama dari semburan lumpur (Gamb. 6a, b), kecepatanan pergerakan bertambah terhadap waktu (Tabel 2).

Kecepatan pergerakan horizontal dan vertical dapat sampai 2 dan 4 cm/hari. Pergerakan vertikal lebih besar daripada horizontal (Vertical displacements are much higher than horizontal displacements).

·              3 bulan pertama radius yang menurun sekitar 1 km dari PS

Daerah yang mulai menurun di dalam 3 bulan pertama saat terjadinya genangan Lusi, dengan radius kira-kira 1 km dari pusat semburan (daerah hijau kuning and orannya pada Gamb. 6a, b).

·              Indikasi kecepatan pergerkan disekitar PS bervariasi

Hasil dari kegiatan tersebut diuraikan pada Tabel 2, memperlihatkan bahwa pergerakan di sekitar daerah mud volcano bervariasi, dalam arti kecepatan dan arah (of rate and direction).

·              Gambarn umum tahun pertama gerakan mengarah ke baratlaut, Lokasi sumur BJP-1

Namun secara umum, selama tahun pertama pergerakan horizontal berarah pada daerah  kira-kira 300–400 m baratlaut dari pusat semburan, merupakan lokasi dari sumur Banjar Panji-1 (lingkaran putus Gambar. 6a, b).
 Hasil analisisa memperlihatkan bahwa selama tiga bulan dari daerah genangan pada radius 1 km dari pusat semburan mengalami subsidence yang cepat, dimana selanjutnya melemah pada pertengahan Oktober 2006 (Tabel 2) (cf. Gambar. 6a, b; 7a–d).

 ·              Peningkatan subsidence Februari-Maret 2008 (5-20 cm/h sampai 1-3m/hari)

Baru-baru ini, selama Februari–Maret 2008, kecepatan subsidence disekitar semburan memperlihatkan adanya peningkatan yang sporadis, lebih dari 6–20 cm/hari, dan satu mencapai 1-3 m pada perioda 12 jam (Joyopranoto, personal communication).

·              Bukti-bukti adanya uplift:

Walaupun subsidence mendominasi juga dibuktikan adanya Uplift. Uplift dari beberapa stasion GPS pertama kali mendeteksi antara survei GPS ke 3 dan 4 26–29 Agustus 2006 dan 17–20th September 2006 (Gambar 7a, c).

 Karena pergerakan vertikal dan horizontal dari stasion GPS  diuraikan menggunakan koordinat 3D dihasilkan dari 2 survei GPS, maka dua kegiatan survei memerlukan perhitungan pergerakan vertikal dan horizontal.
Pemantauan Berlanjut (Continuous monitoring)

·              Umum Stasion GPS di  RW01 dan RW02

Data yang representatif dari dua pemantauan berlanjut pada stasion GPS di RW01 dan RW02, kira-kira berjarak 750 m dari pusat semburan (Gambar. 8a).

Stasion RW01 telah dioperasikan antara 22 September 2006 dan 23 Januari 2007 dan stasion RW02 dioperasikan antara 6 Nopember 2006 dan 9 Desember 2006.

Operasi dari kedua stasion telah ditentukan lokasi menjadi tidak aman, karena berlanjutnya semburan.  Pada saat menulis makalah lumpur telah menutupi kedua lokasi stasion tersebut.

·              Kecepatan subsidence 1,8-3,8 cm/hari:

Pengamatan kecepatan subsidence adalah 1,8 cm/hari di RW01 dan sebesar 3,8 cm/hari pada stasion RW002 (Gambar 8b, c).

·              Pergerakan horizontal 1,0 cm/hari terutama kearah baratlaut dari PS:

Pergerakan horizontal dari dua stasion sekitar 0,6 cm/hari (RW01) dan 1,0 cm/hari (RW02), dengan arah pergerakan horizontal sekali lagi kearah baratlaut 300–400 m dari pusat semburan (daerah lingkaran pada Gambar. 8a).

Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa sekitar 7–8 bulan setelah semburan lumpur muncul pertama kalinya, kecepatan subsidence di sekitar pusat semburan lineair tanpa adanya peningkatan atau penurunan.

 Perkiraan penurunan untuk 2 tahun ke depan 13,1 dan 27,6 m:

Pada kecepatan ini bagian dari mud volcano akan menurun antara  13,1 dan 27,66 m selam 2 tahun sejak terjadinya semburan.


 Hasil Interferograms

·              Penggunaan referensi satelit untuk interferograms:

Referensi satelit diambil sebelum semburan terjadai yaitu 19 Mei 2006 telah digunakan untuk membuat interferograms untuk perioda antara waktu ini dengan bulan-belan selanjutnya.

·               Juli 2006-Februari 2007 kecepatan semburran 1-4 cm/hari:

Interferograms memperlihatkan dari Juli 2006 sampai Februari 2007 (Gambar. 9a–f),  bentuk kekosongan runtuhan terbentuk pada lokasi semburan mud volcano, dengan rata-rata kecepatan subsidence antara 1 dan  4 cm/hari (Gambar. 9b–f).

·              Pergerakan vertikal Agustus 2006:

Pada Agustus 2006 (Fig. 9b) terdapat pergerakan vertikal. Panah merah adalah arah pergerakan horizontal.  Panjang dari panah merupakan proporsi dari pergerakan. Lokasi-lokasi GPS diberi nama (e.g. Toll, Rig1) juga bukti pengangkatan di timurlaut dari ovoid-shaped sag. Daerah terangkat menghilang kearah batas selatan dari garis sistem Patahan Watukosek (Fig. 9a).

·              Dua daerah depresi:

Kedua depresi yang kosong terbentuk di baratlaut dari Pusat Semburan Lusi (Gambar 9b–f). Itu secara spatial bersamaan dengan lapangan gas Wunut.

·              Pergerakan sepanjang arah dari Patahan Watukosek:

Pergerakan tanah juga telah memberikan dampak pada jembatan tol di daerah ini. Menyebabkan rekahan pada jembatan pada awal Januari 2007.
Bukti rekahan-rekahan dari pergerakan tanah dan implikasinya

·         Rekahan terjadi pada rumah-rumah berjarak 1-2 km dari Pusat Semburan:

Bukti permukaan terhadap pergerakan lainnya kira-kira 4 bulan setelah semburan pertama, pergerakan tanah telah menyebabkan rekahan-rekahan rekahan pada diding dan lantai rumah-rumah berjarak 1–2 km di utara dan timur dari semburan utama.

·        Pipa gas meledak 22 November 2006 terjadi pada wilayah dengan tingkat subsidence tertinggi:

Pipa gas di bawah tanah dengan diameter 71 cm telah meledak pada 22 Nopember 2006 dan menyebabkan 13 orang meninggal dunia.

Pipa yang terkubur 2 m di bawah permukaan dan saat ledakan terjadi terdapat tanggul buatan manusia dengan ketinggian 7–8 m.

Ledakan gas terjadi didalam wilayah dengan tingkat subsidence tertinggi yang telah direkam sebelumnya (Gambar. 9a).

·        Pergerakan dekstral:

Pada 27 September 2006, 4 bulan setelah erupsi pertama, terjadi pergerakan dekstral terhadap jalan kereta, dengan oriantasi utara-selatan di sebelah barat semburan (Gambar. 11).

Metodologi

·        Dua strategi pengukuran gerakan vertical dan horizontal:

Terdapat dua strategi untuk mengukur pergerakan horizontal dan vertikal menggunakan peralatan GPS, yaitu :

(1) Pengurukan jangka pendek (5–7 jam) dari beberapa stasion, dan

(2) pengukuran menerus (continuous measurements) dilakukan dari individu stasion berjumlah sedikit terhadap periode waktu yang spesifik.

·        Data InSAR dibandingkan GPS untuk menentukan terjadinya subsidence dan uplift pada daerah yang lebih luas:

Data InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) (Massonnet and Feigl 1998) menyediakan suatu informasi  subsidence dan  uplift dengan liputan spasial yang lebih luas (a greater spatial coverage) dan juga dapat dibandingankan dengan hasil GPS.

Sebagai tambahan telah dihimpun, observasi dari deformasi pada bangunan, jalan dan jalan keretaapi.
Tahapan pengukuran jangka pendek

·        Pengukuran jangka pendek 3-7 hari dari Juni 2006 sampai September 2007:

Survei telah dilakukan selama 3–7 hari antara  Juni 2006 dan September 2007 menggunakan alat penerima tipe geodetic berfrekuensi ganda (dual-frequency geodetic type receivers), dengan suatu observasi panjang sesi sekitar 5–7 jam.

Karena daerah tertutup oleh lumpur telah meningkat terhadap waktu dan stasiun harus dihentikan, sehingga beberapa stasiun telah dirubah dari satu survei ke lainnya dan pengambilan data GPS telah ditingkatkan.

·        Pengukuran di dekat kawah dan daerah yang lebih luas:

Kelompok 1–3 berlokasi sekitar kawah utama, sedangkan kelompok  4–10 mencakup daerah yang lebih luas.

·        Pengukuran Koordinat stasion GPS dan mendapatkan pergerakan vertikal dan horizontal

Koordinat stasion GPS diukur relatif terhadap stasiun acuan (reference station), dimana telah diketahui koordinatnya secara akurat. Disamping berada pada daerah yang stabil, yaitu tidak terdampak oleh deformasi tanah (ground deformation).

Pergerakan vertikal dan horizontal dari stasiun GPS didapatkan dari koordinat 3D dihasilkan dari dua survei GPS konsekutif (two consecutive GPS surveys).

 ·        Rincian pengukuran dari 10 misi:

Untuk mempunyai koordinat yang konsisten dari semua stasion, hanya satu acuan stasion (reference station) yang digunakan pada tiap misi/pekerjaan. Sepuluh misi GPS yang telah dilaksanakan diperlihatkan pada Tabel 1. 

·        Justifikasi pemilihan lokasi GPS:

Lokasi GPS telah ditentukan dengan pertimbangan : (1) mudah dioperasikan untuk kondisi lapangan, (2) meminimalkan halangan udara untuk sinyal GPS, dan  (3) kondisi subsidence yang akan direkam.

·        Standar deviasi estimasi koordinat untuk pergerakan horizontal dan vertikal dalam skala millimeter:

Informasi orbit satelit satelit GPS yang presisi (Precise orbital information of GPS satellites) telah digunakan pada semua pengolahan data.

Secara umum, standar deviasi dari estimasi koordinat hanya beberapa millimeter untuk pergerakan horizontal dan vertikal (horizontal and vertical movements).

Pengukuran berkelanjutan

·        Lima stasion GPS berlanjut dan dua yang representatif RW01 dan RW02 :

Sejak 22 September 2006 telah dilaksanakan pemantauan GPS yang berkelanjutan (continuous GPS monitoring) menggunakan lima dan sepuluh stasion, dengan bervariasi durasi.

Hasil dari dua stasion yang representatif yaitu  RW01 dan RW02 dilaporkan.

Stasion RW01 telah dimonitor antara 22 September 23 Januari 2007 dan stasion RW02 telah dimonitor antara 6 November dan 9 Desember 2006.

Aslinya, dua pengukuran berlanjut telah dilaksanakan guna menyediakan informasi deformasi tanah (ground deformation information) untuk mendukung keamanan operasi (operational safety) dari dua relief wells.

Kareana itu stasiun berlokasi dekat terhadap lokasi Relief Well. Pada saat yang bersamaan, lokasi tersebut dipilih dengan dasar bahwa diharapkan ia tidak akan dibanjiri oleh lumpur dan air hasil semburan the erupting mud–water dan cukup dekat dengan semburan utama untuk dapat mengukur besarnya subsidence (subsidence magnitude) terukur.
Pengukuran InSAR

·        Pemanfaatan teknik InSAR di Sidoarjo:

Teknik InSAR telah digunakan untuk daerah Sidoarjo menggunakan data ALOS (the Advanced Land Observing Satellite) dan PALSAR. Interferograms dibuat menggunakan dua citra satelit yang diambil dengan waktu yang berbeda.

·        Perhitungan perkiraan kecepatan subsidence (fringe X panjang gelombang: durasi waktu):

Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran InSAR (InSAR measurement) adalah sekitar 23,6 cm.

Untuk memperkirakan kecepatan subsidence per hari (rate of subsidence per day), sejumlah coloured fringes pada interferogram dihitung dengan mengkalikan dengan panjang gelombang dan dibagi dengan periode waktu antara dua citra.

Sekuensi dari colour fringes dapat digunakan untuk menentukan apakah terjadi subsidence atau uplift.


PENJELASAN GAMBAR DAN TABEL

Gambar. 1 Topografi Jawa Timur dengan lokasi Lusi dan mud volcano lainnya diperlihatkan dengan lingkaran merah.

Gamb. 2. Diagram memperlihatkan pengukuran pergerakan tanah yang signifikan (significance of ground displacement) untuk mamahami dampak terhadap lingkungan.

Pengukuran pergerakan tanah dengan kaitan: 1) Penentuan daerah bahaya, 2) Rencana Penggunaan Lahan, 3) Pengelolaan penyimpanan lumpur di permukaan, 4) Perkiraan struktur geologi bawah permukaan, 5) Perencanaan dan pengembangan sistem mitigasi bahaya, 6) Relokasi dan pengembangan infrastruktur.

Fig. 3 Fotografi terpilih dari mud volcano Lusi terutama paea Mei sampai September 2006 memperlihatkan dampak lingkungangan ciri-ciri utama.

Gambar 4. Pilihan foto-foto satelit dari Oktober 2005 sampai Mei 2007 memperlihatkan pertumbuhan progresif dari genangan Lusi.  (a) 6 Oktober 2005;  (b) 29 Augustus 2006;  (c) 17 September 2006;  (d) 20 Oktober 2006; (e) 22 April 2007; dan (f) 11th Mei 2007. Pandangan lapangan kira-kira mendekati lebar 3,5 km. Citra satelit dipublikasi dengan ijin dari CRISP. Ikonos Satellite ImageCRISP, NUS (2007.

Gambar.5

b)      Penyederhaanaan penampang melintang SB-UT melalui mud volcano Lusi dan geologi bawah permukaan. Lensa abu-abu mud volcano. Kotak hitam rumah. Kuning batupasir. Hijau batulumpur. Biru batugamping.

c)      Citra satelit pada Oktober 2006 dengan ciri-ciri yang dimaksud pada label tek.

Citra satelit Fabruari 2008. Citra satelit dipublikasi dengan izin dari CRISP. Ikonos Satellite ImageCRISP, NUS (2007/2008).

Gambar. 6 Survei pertama pengukuran jangka panjang antara Juli dan Agustus 2006. Kotak putih adalah pergerakan dalam sentimeter, setelah awal dari semburan. Daerah ditutupi dari survei ini = besarnya subsidence. The area covered by these campaigns -= subsidence. V pergerakan vertikal, H pergerakan horizontal  sekitar pusat semburan (orange bulls eye). a, b Panjang dari panah pada setiap kasus merupakan proporsi dari displacement horizontal dan vertical antara Juni dan Juli 2006.

Gambar. 7 Hasil yang representatif adalah pergerakan Vertikal dan horisontal selama Augustus dan  menutupi daerah yang lebih luas. Kotak putih adalah uplift dan subsidence dalam sentimeter.

Gambar 8. A) Foto satelit memperlihatkan lokasi dari RW01 dan RW02 (Relief Well) dan pergerakan horizontal kearah baratlaut dari kawah utama; B) Subsidence dari  22 September 2006 sampai 23 Januari 2007 untuk lokasi RW01; C) Subsidence dari 6 Nopember sampai 9 Desember 2007 untuk lokasi RW02. Citra satelit dipublikasikan dengan izin dari CRISP. Ikonos Satellite ImageCRISP, NUS (2007)

Gambar 9. Suatu seri dari  InSAR interferograms untuk bulan-bulan tertentu setelah semburan mulai menggunakan acuan citra satelit 19 Mai 2006 yang diambil sebelum semburan terjadi. Lokasi dari jalan tol, jalan kereta dan Kali Porong diindikasikan dengan garis merah putus sehingga perbedaannya dapat dibedakan dengan citra satelit (Figs. 4, 5). Kelipatan dari jumlah fringes dengan 23,6 cm (panjang gelombang) untuk memperkirakan jumlah subsidence dan uplift. Gambar fringes purple–yellow–blue mengindikasikan subsidence; Colour fringes yellow–purple–blue mengindikasikan uplift. Perkiraan kumulatif subsidence dari InSAR 19 Mei 2006 sampai 19 Februrai 2007 sekitar 4 m yang secara independen bervariasi. Pergerakan diringkas dari interferogram yang dibuat antara Februrari 2006 dan Mei 2007 (Fig. 10).

Gambar. 10

Ringkasan interferogram (InSAR) untuk 19 February 2007 dengan referensi citra satelit pada 19 Mei 2006 sebelum semburan berawal. Lokasi dari jalan tol, jalur jalan kereta dan Sungai Porong diindikasikan dengan garis putih putus-putus sehingga perbandingan dapat dilakukan dengan citra satelit  (Gamb. 4, 5).

Perkalian jumlah dari fringes adalah 23,6 cm (panjang gelombang) untuk memperkirakan jumal total dari subsidence dan uplift selama perioda ini.

Warna fringes purple–yellow–blue mencirikan subsidence; sedangkan warna fringes yellow–purple–blue mencirikan sebagai uplift.

Gambar. 11
Foto dari rel kereta pai di bagian tepi barat dari genangan Lusi, memperlihatkan bukti-bukti pergeseran dekstral (dextral offset).
Foto diambil 27 September 2006, 4 bulan setelah awal semburan mulai. Lokasi foto diperlihatkan pada gambar 5b.
 Pengangkatan di timurlaut dari Lusi mempunyai batas yang tegas dengan tepian tenggara, dimana searah dengan sistem patahan Watukosek dan terjadi selama Augustus–Oktober 2006.
Fotografi dari pergeseran dekstral (dextral offset) dari rel kereta api diambil September 2006 (Gamb. 11).
Karena itu, sistem patahan Watukosek ditafsirkan telah direaktivasi selama bulan-bulan itu dan menyebabkan pengangkatan lokal (localized uplift). 
Pergerakan dari sistem Patahan Watukosek  sangat jelas terjadi setelah Juli 2006.
Dua buah bukti tersebut menyediakan bukti kuat bahwa sistem Patahan Watukosek tidak direaktivasi selama gempabumi Yogyakarta (These two pieces of evidence provide the strongest evidence yet that the Watukosek fault system was not reactivated during the Yogyakarta earthquake).

Gambar. 12
Penjelasan untuk pergerakan horizontal dan vertikal. Pergerakan lateral disebabkan oleh sesar-sesar ekstensi yang kecil.
Pergerakan vertical disebabkan oleh fleksur dari permukaan dan kombinasi dari efek beberapa sesar ekstensi kecil. Kurva subsidence memperlihatkan kelanjutan dari kecepatan subsidence.

Gambar 13
Penampang seismik memotong suatu mud volcano di Selatan Laut Kaspia. Mud volcano membentuk suati geometri bikonik (biconic geometry),
dengan fleksur kearah bawah permukaan bumi disebabkan oleh penurunan. After Stewart and Davies (2006)

Gambar 14 Diagram skematik memperlihatkan kondisi saat ini dan perkiraan subsidence dan uplift tanah di Sidoarjo.
 Tabel

Tabel 1. Detail pelaksanaan pengukuran waktu pendek 1–10, termasuk jumlah stasion data GPS yang diproses relatif terhadap kawah utama yang dilakukan menggunakan perangkat lunak GPS jenis Bernese 4.2 (Beutler et al. 2001).

Tabel 2 Ringkasan kecepatan pergerakan vertical dan horizontal dari GPS.

Tabel 3. Estimasi dari subsidence di luar genangan lumpur  dan di pusat genangan. Subsidence diluar genangan lumpur mungkin bervariasi tergantung pada arah dan jarak dari pusat semburan.  Dengan parameter kecepatan (cm/hari)  Subsidence setelah 3 tahun dalam (m)  Subsidence setelah 10 tahun (m) diluar pusat semburan (kira-kira 3–10 km dari pusat semburan).

Referensi

Beutler G, Bock H, Brockmann E, Dach R, Fridez P, Gurtner W, Hugentobler U, Ineichen D, Johnson J, Meindl M, Mervant L, Rothacher M, Schaer S, Springer T, Weber R (2001) Bernese  GPS software version 4.2. In: Hugentobler U, Schaer S, Fridez P (eds), Astronomical Institute, University of Berne, 515 pp

Davies RJ, Stewart SA (2005) Emplacement of giant mud volcanoes in the South Caspian Basin: three-dimensional seismic reflection  imaging of root zones. J Geol Soc 162:1–4

Davies RJ, Swarbrick RE, Evans RJ, Huuse M (2007) Birth of a mud volcano: East Java, 29 May 2006. GSA Today, 17(2)

Evans R, Davies RJ, Stewart SA (2007) Internal structure and eruptive history of a kilometre scale mud volcano system, South Caspian Sea. Basin Res 19:153–163

Evans RJ, Stewart SA, Davies RJ (2008) The structure and formation of mud volcano summit calderas. J Geol Soc Lond 165:1–12

Kompas (2007) Indonesian National Newspaper, Saturday, 26th May 2007, pp 33–40

Manga M (2007) Did an earthquake trigger the May 2006 eruption of the Lusi mud volcano? EOS 88:201

Massonnet D, Feigl KL (1998) Radar interferometry and its application to changes in the earth’s surface. Rev Geophys

36:441–500

Matthews SJ, Bransden PJE (1995) Late cretaceous and cenozoic tectono-stratigraphic development of the East Java Sea Basin, Indonesia. Mar Petroleum Geol 12:499–510

Mazzini A, Svensen H, Akhmanov GG, Aloisi G, Planke S, Malthe-Sørenssen A, Istadi B (2007) Triggering and dynamic evolution of LUSI mud volcano, Indonesia. Earth Planet Sci Lett 261:375– 388.

Milkov AV (2000) Worldwide distribution of submarine mud volcanoes and associated gas hydrates. Mar Geol 167:29–42.

Stewart SA, Davies RJ (2006) Structure and emplacement of mud volcano systems in the South Caspian Basin. AAPG Bull 90:771–786.


Pemantauan Pergerakan Permukaan Berbasis GPS di daerah Gunung Lumpur, Sidoarjo, Jawa Timur
GPS-Based Monitoring of Surface Displacements in the Mud Volcano Area, Sidoarjo, East Java

H.Z Abidin, M.A Kusuma, H Andreas, M Gamal
and P Sumintadireja

Sari Makalah
Lahirnya suatu mud volcano yang kemungkinan  tidak dapat dihentikan
Sejak 29 Mei, gas dan lumpur panas telah menyembur dari persawahan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Pada akhir September 2006, para ahli mengasumsikan bahwa semburan merupakan suatu bentuk gunung lumpur(a mud volcano forming), dan kemungkingan tidak mungkin menghentikannya (may be impossible to stop).

Terjadinya pergerakan permukaan karena ektruksi dari lumpur yang massif
Pergerakan permukaan dari daerah tersebut, baik arah tegak maupun mendatar, diperkirakan disebabkan oleh ekstrusi lumpur yang massif(massive mud extrution).
Pelaksanaan pengamatan GOS untuk mempelajari fenomena pergerakan permukaan
Pengamatan GPS, baik mode sementara maupun berlanjut, telah dilaksanakan untuk memperlajari fenomene pergerakan permukaan (surface displacement phenomenon).
Survei GPS telah diimplementasikan pada lebih dari 20 lokasi menggunakan peralatan penerima jenis frekuensi geodetic ganda (dual-frequency geodetic-type receivers), dengan panjang pengamatan sekitar 5-7 jam. Sembilan survei GPS telah dilaksanakan antara Juni 2006 dan Juni 2007.
Pemantauan amblesan dengan GPS berkelanjutan
Pemantauan amblesan dengan GPS berkelanjutan (GPS continuous subsidence monitoring) telah dilaksanakan pada lima sampai sepuluh stasion, yang berawal pada 22 September 2006. Suatu survei lapangan untuk memeriksa fenomena amblesan di permukaan juga telah dilaksanakan.
Besarnya pergerakan permukaan mendatar 0,5-2cm dan pergerakan tegak 1-4cm/hari, meningkat kearah pusat semburan
Berdasarkan pada hasil hasil GPS, selanjutnya telah ditentukan bahwa daerah yang berada pada sekitar 3-4 km dari  pusat semburan (extrusion centre)telah mengalami pergerakan permukaan (surface displacement). Dengan kecepatan pergerakan mendatar (rate of orizontal displacement) sekitar 0,5-2 cm/hari, sedangkan pergerakan tegak (vertical displacement) sekitar 1-4cm/hari. Dimana intensitas kecepatan pergerakan bertambah ke arah pusat semburan.
Empat alternatif pengendali pergerakan tanah: relaksasi tanah, luapan lumpur, pembebanan, pemindahan tanah, dan reaktivasi struktur geologi
Pengamatan pergerakan permukaan tanah tersebut mungkin terdiri dari beberapa alternative penyebab, yaitu:relaksasi tanah (ground relaxation)kerena luapan lumpur (mudflow), pembebebanan (loading) kerena berat dri lumpur disebabkan oleh kompaksi daerah, pemindahan tanah (land settlement)dan atau reaktifiasi dari struktur geologi (reactivation of teological structures).
Kata Kunci:
mud volcanoe – Sidoarjo – Deformas i- Pemantauan – Indonesia – Survei GPS.


Abstract
Since 29 May 2006, gas and hot mud has been gushing from the ground in Sidoarjo, East Java, Indonesia.
As of late September 2006, scientists assume that the eruption may be a mud volcano forming, and may be impossible to stop. Surface displacements of the area, both in the vertical and horizontal directions, are expected due to this massive mud extrusion.
GPS observations, both in campaign and continuous modes, were conducted to study this surface displacement phenomenon. GPS surveys were performed on up to about 20 stations using dual-frequency geodetic-type receivers with observation session lengths of about 5–7 h. Nine GPS campaigns have been conducted between June 2006 and June 2007.
GPS continuous subsidence monitoring was conducted on five to ten stations, and started on 22 September 2006. A field survey to check the surface representation of the subsidence phenomenon was also conducted.
Based on the GPS-derived results it was determined that the area about 3–4 km around the extrusion centre experiences surface displacements. Rates of horizontal displacement are about 0.5–2 cm/day, while vertical displacements are about 1–4 cm/day, with
rate increasing towards the extrusion centre.
These observed surface displacements might consist of ground relaxation due to mudflow, loading due to the weight of mud causing the area to compact, land settlement and/or reactivation of the geological structures.
Keywords
Mud volcano - Sidoarjo - Deformation - Monitoring - Indonesia - GPS survey



ABIDIN ET AL 2007, PREVIEW : View  Download






Tidak ada komentar:

Posting Komentar