Sabtu, 14 Februari 2015

2019 ISTADI (2) Studi Pemodelan Pertumbuhan dan Potensi Geohazard Mud Volcano Lupsi:

2019 ISTADI (2) Studi Pemodelan Pertumbuhan dan Potensi Geohazard Mud Volcano Lupsi:

Lusi Library
EBOOK LUSI
https://sites.google.com/site/lusilibraryhardi2010/istadi-1
Fokus makalah pada resiko geohazard ke depan
Makalah ini akan memusatkan perhatian pada potensi dampak dan kaitannya dengan resiko geohazard terhadap kelanjutan semburan lumpur pada tahun-tahun mendatang (potential impact and related geohazard risks from the continued mud eruption in the years to come).


ISTADI 2019
Marine and Petroleum Geology
Volume 26 (2009) 17-24-1739
Ditinjau, Dianalisis dan Dialihbahasakan ke Indonesia Oleh: Dr. Hardi Prasetyo

Studi Pemodelan Pertumbuhan dan PotensiGeohazard Mud Volcano Lupsi: Jawa Timur, Indonesia



PENDAHULUAN


Gambar. 1. Lokasi Lupsi kira-kira 30m selatan dari Surabaya. Kerangka Tektonik Regional (Regional tectonic framework) Jawa Timur (atas kanan) memperlihatkan arah patahan regional NESW dan EW. Peta gayaberat Bouguer (Bouguer gravity map) diproses dengan menggunakan nilai densitas sebesar 2.65 g/cc, daerah Jawa Timur memperlihatkan adanya pusat pengendapan dari Cekungan Jawa Timur (East Java Basin’s depositional centers) ditandai dengan warna biru yang dikontrol oleh patahan utama. 

Fluktuasi kecepatan semburan:

Pada bulan-bulan pertama (Mei-Juni 2006) semburan lumpur panas terjadi dengan kecepatan aliran (flow rate) sebesar 50.000 m3/hari.  
September 2006 kecepatan semburan meningkat menjadi 125.000 m3/hari. Mencapai maksimum sebesar 156.000 m3/hari pada Desember 2006. Desember 2008 menurun kembali dengan kecepatan mendekati 90.000 m3/hari.

Tabel  intensitas semburan Juni 2006-Desember 2008

Bulan/Tahun
Semburan  m3/hari
Mei-Juni 2006

50.000 m3/hari
September 2006
Desember 2007
125.000 m3/hari-
156.000 m3/hari.
Desember 2008
90.000 m3/hari.

Penyebab dan pemicu semburan masih diperdebatkan:

Sampai saat ini, penyebab semburan lumpur panas di Sidoarjo masih terus menjadi bahan perdebatan, antara lain Mazzini et al., 2007; Davies et al., 2007, 2008; Tingay et al., 2008; Sawolo et al., 2008; Istadi et al., 2008.
Sebagai konsekuensi itu untuk mendapatkan solusinya (menghentikan atau mengurangi debit semburan) masih menjadi masalah.

Skenario underground blowout:

Bila semburan lumpur bermula dari suatu ledakan bawah permukaan (underground blowout), sehingga secara teori ia akan dapat dihentikan dengan menggunakan pemboran sumur relief (drilling relief well) untuk memotong lubang asli BJP-1. 
Dilanjutkan dengan memompakan lumpur berat diikuti dengan penyemenan.

Skenario reaktivasi patahan:

Namun bila semburan ternyata dikendalikan oleh suatu pengaktifan kembali patahan-patahan yang sebelumnya telah ada, dan tidak ada hubungan dengan lubang sumur BJP-1.  
Sehingga sangat tidak mungkin untuk menghentikan semburan.

Persepsi awal hubungan semburan dan BJP-1:

Pada awal kejadian, karena lokasi Lupsi dekat dari lokasi pemboran BJP-1, maka sangat rasional bila masyarakat umum telah mengasumsikan bahwa semburan disebabkan oleh UGBO dari sumur BJP-1

Kesimpulan tidak ada hubungan antara semburan dan BJP-1 dan rasionalisasinya:

Setelah seluruh data set secara komprehensif diintegrasikan dan dianalisis, didasarkan data lapangan dan analisis tekanan menjadi lebih jelas bahwa antara sumur BJP-1 dan fenomena semburan lumpur tidak mempunyai hubungan satu dengan lainnya (Sawolo et al., 2008). Dengan argumen yaitu:

Pertama, tekanan rendah:
Tekanan fluida di sumur bor sangat rendah untuk merekahkan lubang bor.

Kedua, tidak ada propagasi fluida:
Tidak ada fluida di lobang bor yang berpropagasi melalui rekahan ke permukaan, saat BOP pada posisi terbuka.

Ketiga, total mati:
Lobang sumur telah terbuka dan pada kondisi total mati saat sumur menyembur dengan kecepatan 50.000 m3/hari dan hanya berjarak 200m dari semburan.

Skenario reaktivasi P. Watukosek, sehingga semburan tidak dapat dihentikan:

Penulis makalah beranggapan bahwa yang paling mungkin sebagai pemicu semburan lumpur adalah reaktivasi dari sistem Patahan Watukosek (Mazzini et al., 2007).
Sehingga kasus semburan Lupsi tidak dapat lagi dihentikan, dan diprediksi akan mengalir berabad-abad lamanya.

Mud volcano Lupsi menyediakan informasi saat lahir sampai tahap berkembang:

Selama ini telah banyak dilaksanakan studi mud volcano yang telah ada. Namun sangat sedikit diketahui kondisi sebelum dan selama tahap awal dari semburan mud volcanic
Lupsi merupakan suatu yang khusus, karena proses-proses geologi  dari saat kelahirannya hingga kondisi saat ini (tahap perkembangan runtuh menjadi kaldera) dapat diamati secara langsung.
Fokus makalah pada resiko geohazard ke depan
Makalah ini akan memusatkan perhatian pada potensi dampak dan kaitannya dengan resiko geohazard terhadap kelanjutan semburan lumpur pada tahun-tahun mendatang (potential impact and related geohazard risks from the continued mud eruption in the years to come).

GEOLOGI UMUM


Gambar 2. Peta Geologi dan sebaran mud volcano di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Titik merah mengidentifikasikan lokasi mud volcano, beberapa diantaranya digunakan sebagai analogi pengembangan mud volcano Lupsi. (Peta dimodifikasi dari Gafoer and Ratman, 1999.)

Referensi Pemahaman Cekungan Jawa Timur

Beberapa model telah diusulkan untuk menguraikan kompleksitas Cekungan Jawa Timur (East Jawa Basin), diantaranya van Bemmelen (1949), De Genevraye and Samuel (1972), Hamilton (1979), Hall (2002), Sribudiyani et al. (2003), Smyth et al. (2005), and Prasetyadi et al. (2006).

Cekungan busur belakang:

Cekungan Jawa Timur berkembang sebagai cekungan busur belakang (back-arc-basin), merupakan hasil dari subduksi Lempeng Samudera Australia ke arah baratlaut di bawah kontinen Sunda selama akhir Kapur.

Referensi Pemahaman Cekungan Jawa Timur

Beberapa model telah diusulkan untuk menguraikan kompleksitas Cekungan Jawa Timur (East Jawa Basin), diantaranya van Bemmelen (1949), De Genevraye and Samuel (1972), Hamilton (1979), Hall (2002), Sribudiyani et al. (2003), Smyth et al. (2005), and Prasetyadi et al. (2006).
Cekungan busur belakang:

Cekungan Jawa Timur berkembang sebagai cekungan busur belakang (back-arc-basin), merupakan hasil dari subduksi Lempeng Samudera Australia ke arah baratlaut di bawah kontinen Sunda selama akhir Kapur.

Gambar. 3. Patahan Watukosek terdiri  dari 2 patahan yang sejajar dimana Kali Porong mengalami pelurusan arah aliran searah bidang patahan, gawir patahan (escarpment) Watukosek menunjukkan adanya bagian blok terangkat pada bidang sesar. Kedudukan Lupsi berada sepanjang bidang sesar Watukosek.

Tektonik Ekstensi Tersier Awal:
Suatu sistem tektonik ekstensi (extensional tectonic system) berlangsung selama Tersier Awal disebabkan oleh interaksi antara lempeng-lempeng Pasifik, Eurasia, dan Australia yang komplek. 

Membentuk sistem graben ekstensi (extensional graben systems) dan selanjutnya berkembang cekungan peregangan (rift basins).

Berkembang seri setengah graben dan berarah sepanjang bidang lemah Pre-Tersier NE-SW, berubah menjadi arah Timur-Barat dan lebih ke selatan.

Dua arah yang berbeda ini dikenal sebagai konfigurasi struktur dari Cekungan Jawa Timur.

Patahan-patahan dengan arah timurlaut terbentuk sebagai struktur utama, selanjutnya ditafsirkan sebagai arah patahan-patahan batas lempeng yang berlangsung pada zona subduksi dan prisma akrasi pada zaman Kapur.

Patahan membentuk sub-basin NE-SW:

Arah kedua dari patahan berkembang di selatan dari cekungan dibatasi oleh jalur lipatan utara, dimana sub-cekungan ditentukan dengan patahan-patahan berarah Timur-Barat, dan deposenter berarah sejajar dengan pulau Madura dan bagian utara pantai Jawa Timur.

Orientasi NE-SW, membentuk struktur rendahan (structural low) dari beberapa sub cekungan yang memanjang dari lepas pantai di Laut Jawa sampai ke bagian daratan Jawa Timur.

Konfigurasi basement dan basement ridge:

Konfigurasi batuan dasar (basement) dengan orientasi struktur NE-SW terdiri dari deretan punggungan basement (basement ridge) yang berkembang baik.
Dengan selingan struktur graben yang membentuk deposenter, terdiri dari sedimen Tersier.

Formasi Ngimbang:

Pengendapan sedimen klastik dan bentukan karbonat (carbonate buildup) Formasi Ngimbang berlangsung selama Eosen dan Oligosen Awal.
Sekuen Oligosen Akhir dan Miosen dipisahkan dari sekuen di bawahnya oleh ketidakselarasan, yang menyediakan suatu bentukan karbonat dengan arah umum NNE-WSW.

Batugamping Terumbu:

Perkembangan platform, dikenal sebagai Batugamping Kujung, terjadi pada Oligosen. 
Sedangkan Terumbu Prupuh dan Tuban berkembang pada Miosen Awal dan Pertengahan.

Tektonik Transpresi:

Perioda tektonisme berawal pada Miosen Akhir berlanjut sampai Pleistosen.
Tektonisme tersebut menghasilkan rezim transpresi disebabkan oleh pergerakan lateral yang berarah Timur-Barat.
Sebagai hasil adalah terbentuknya struktur antiklin dengan orientasi timur barat.

Batulumpur Formasi Kalibeng dan Pucangan:

Sedimentasi Pliosen dan Pleistosen terdiri dari batulumpur (mudstone) yang didominasi oleh klastika volkanik Formasi Kalibeng dan Pucangan yang berpropagasi ke arah timur, dengan ketebalan antara 2400-3000m.

Volkanik di Jawa sebagai sumber batuan:

Material volkanik tersebut berasal dari sumber klastik busur volkanik Jawa di selatan daerah Sidoarjo.

Batulumpur Formasi Kalibeng pada kondisi overpressure: 

Batulumpur Formasi Kalibeng berada pada kondisi tekanan tinggi/berlebih (over pressure), yang menempati sebagian besar dari cekungan.

Pengendapan yang cepat:

Satuan batuan tersebut telah diendapkan dengan cepat. Kecepatan sedimentasi dan penimbunan batuan serpih yang tebal pada deposenter terjadi selama Pliosen dan Pleistosen, menghasilkan zona ‘under-compacted shales’.

Zona sedimen bersifat plastis:

Zona tersebut sangat plastis dan mengalami tekanan berlebih karena tersedianya pemerangkapan air yang berlebih dan pematangan (maturity) material yang kaya organik.

Formasi Kalibeng sebagai sumber dari mud volcano di Jawa:

Kebanyakan mud volcano yang diketemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur bersumber dari satuan sedimen Formasi Kalibeng.

14 mud volcano di Jawa:

Di sekitar Lupsi sekurang-kurangnya telah diketahui terdapat 14 mud volcano yang telah diidentifikasikan di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Jawa Timur ideal untuk pembentukan mud volcano:

Aktif tektonik berbarengan dengan tersedianya tekanan berlebih dari sedimen matang yang kaya dengan material organik, menempatkan Jawa Timur sebagai daerah yang sangat ideal untuk berkembangnya mud volcanism.

Peran P. Watukosek untuk pembentukan mud volcano Lupsi:

Keberadaan sistem patahan Watukosek di daerah Lupsi menyediakan suatu saluran (conduit) lumpur, fluida dan gas untuk menembus berasal dari suatu horizon dalam mengalir ke permukaan, selanjutnya membentuk mud volcano Lupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar