ANATOMI DARI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA
TIMUR
Anatomy of the ‘Lusi’ Mud Eruption,
East Java
Mark Tingay
Tectonics, Resources and Exploration (TRaX),
Australian School of Petroleum
University of Adelaide, SA 5005, Australia
Dikaji
dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan cepat
Oleh:
Dr. Hardi Prasetyo
Inisiator ‘LUSI LIBRARY’
RIGKASAN
Awal semburan Lupsi dan
dampaknya
Pada pagi hari
tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas (hot
mud) mulai menyembur dari tanah di daerah yang padat penduduk di Kecamatan
Porong, di Sidoarjo, Jawa Timur.
Perkembangan kecepatan (flow rates) dan volume semburan
Dengan kecepatan
semburan awalnya (initial flow rates)
~5000 m3/hari, dengan cepat lumpur menenggelamkan desa-desa yang berdekatan.
Luas dan tebal genangan, dan dampak berganda deformasi
Setelah mendekati
empat tahun semburan Lusi (‘Lusi’
eruption) telah memuntahkan lumpur lebih dari 73 juta m3 dengan kecepatan
rata-rata (averge flowrate) mendekati
64.000 m3/hari dan kecepatan maksimum (maximum
rates) 170.000m3/hari.
Luapan lumpur
telah menggenangi daerah seluas 700 hektar dengan kedalaman lebih 25 meter, memporakporandakan
lusinan desa dan menyebabkan sekitar 40.000 orang harus diungsikan. Sebagai
tambahan dari daerah yang tergenang (inundated
areas) tersebut. daerah lainnya juga mengalami resiko dari penurunan dan
semburan dari gas (subsidence and distant
eruptions of gas).
Kendala upaya mengendalikan dan memantau evolusinya
Namun, upaya
untuk mengendalikan aliran lusi (to stem
the mud flow) atau memantau evolusinya secara keseluruhan terhalang oleh
tidak adanya kesepakatan pada anatomi bawah permukaan dari sistem mud volcano
Lusi (efforts
to stem the mud flow or monitor its evolution are hampered by an overall lack
of knowledge and consensus on the subsurface anatomy of the Lusi mud volcanic
system)
Belum dapat dipastikan sumber air, jalan keluar fluida, tatanan geologi di bawah permukaan
Secara khusus, yang
terbesar dan ‘paling’ tidak ada kepastian adalah:
(1) sumber dari air yang
disemburkan (serpih versus karbonat dalam (shales
versus deep carbonates),
(2) jalan keluar (pathway) dari aliran fluida yaitu antara sepenuhnya dari rekahan-rekahan
versus percampuran rekahan dan lubang bor (purely
fractures versus mixed fracture and wellbore);
Serta ketidaksepakatan
terhadap:
(1) tatanan geologi bawah pemukaan (subsurface geology),
(2) wujud dari karbonat dalam (deep carbonate), dan
(3) jenis batuan
dari satuan litologi yang terletak antara serpih dan karbonat (nature of deep carbonates, lithology of
lithological unit between shales and carbonates)
Fokus makalah meninjau anatomi sistem mud volcano Lusi, implikasi pada bencana Lusi
Studi ini akan
menyajikan tinjauan pertama yang seimbang dari anatomi sistem mud volcano Lusi (present the first balanced overview of the
anatomy of the Lusi mud volcanic system) dengan penekanan khusus pada
ketidak jelasan yang kritis tersebut dan kaitannya terhadap bencana.
Kata Kunci:
Luapan Lumpur Sidoarjo (Sidoarjo Mudflow), Lumpur
Sidorjo (Lusi), Gunung Lumpur (Mud volcano)
PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Identifikasi bencana geologi Lusi dan menyulut kontroversi
Luapan lumpur Sidoarjo, yang juga dikenal sebagai 'Lusi'
(kependekan dari Lumpur Sidoarjo) adalah bencana geologi unik yang telah memicu terjadinya
kontroversi yang meluas pada aspek ilmiah dan politik (a unique geological disaster that has
ignited widespread scientific and political controversy).
Aliran lumpur terus berlangsung dan menimbulkan dampak yang signifikan
Aliran lumpur pertama kali diamati sekitar 05:00 pada
tanggal 29 Mei 2006 di persawahan padi pada Kecamatan Porong dan sejak
itu telah terus menyembur (hampir 4 tahun
di saat menulis makalah ini).
Lumpur telah menimbulkan korban jiwa 17 orang, pengungsi sekitar 40.000
orang, membanjiri 7km2 dari sebuah kota besar dan telah menyebabkan kerugian lebih dari US$ 550
juta (Gambar 1; Cyranowski, 2007).
Lusi sebagai mud volcano yang umum, lumpur di bawah permukan diekstrusi ke permukaan
Lusi
adalah contoh dari mud volcano, suatu fitur geologi yang relatif umum dimana
lumpur di bawah permukaan telah diekstrusi ke permukaan (Lusi is an example of a mud volcano, a relatively common geological
feature in which subsurface mud is extruded at the surface).
Hal yang tidak lumrah dari Lusi mud volcano, kelahirannya di daerah perkotaan, sehingga menjadi jenis baru bencana Geologi
Namun,
kejadian Lusi adalah tidak umum misalnya dalam hal merupakan yang pertama
tercatat kelahiran sebuah mud volcano baru di dalam daerah perkotaan, dengan
demikian merupakan jenis baru bencana geologi (Davies et al, 2006) .
Menimbulkan kontroversi ilmiah terutama pemicu semburan, antara ledakan bawah permukaan dan gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006
Selain
itu, telah berkembang kontroversi yang intensif terhadap aspek ilmiah dan politik terkait
pemicu Lusi (Lusi trigerring).
Dimana beberapa peneliti berpendapat bahwa
luapan lumpur dihasilkan dari ledakan di sumur Banjar Panji-1 (mudflow resulted from a blowout in the
Banjar Panji-1 well) yang terletak 150m jauhnya (Davies et al, 2008;.
Tingay et al, 2008).
Sementara teori pesaingnya tetap mempertahankan bahwa
bencana dimulai oleh terjadinya gempa Yogyakarta, kekuatan 6,3Mw pada 27 Mei 2006 (disaster was initiated by the
Mw6.3 May 27th 2006 Yogyakarta earthquake Mazzini dkk, 2007;. Sawolo
et al, 2009).
Walaupun telah banyak studi, namun kontroversi masih mengemuka terhadah hal-hal yang tidak diketahui
Namun,
meskipun telah banyak makalah dan perdebatan publik, kontroversi tetap tidak
terselesaikan, terutama disebabkan banyak hal yang tidak diketahui pada:
(1) anatomi
bawah permukaan mud volcano,
(2) ketidakpastian sekitar kejadian dalam
minggu-minggu sebelumnya (However,
despite numerous papers and public debates, the controversy remains unresolved,
primarily due to the many unknowns in the subsurface anatomy of the mud
volcano, the uncertainties surrounding events in the weeks).
Trjadi perbedaan interprestasi data teknik perminyakan di sumur eksplorasi BJP-1
Pasca awal
semburan terjadi perbedaan atas interpretasi terhadap data teknik perminyakan
dari Sumur Banjar Panji-1 (and
discrepancies over interpretation of petroleum engineering data from the Banjar
Panji-1 well (Davies et al, 2010;. Sawolo et al, 2010.).
Kontroversi ilmiah terkait pemicu semburan Lusi memberikan implikasi terhadap penangangan korban dari bencana mud volcano
Permasalahan
terhadap pemicu semburan lumpur tidak hanya dari akademis atau aspek hukum, namun memiliki implikasi yang signifikan terhadap 40.000
korban pengungsi dari bencana tersebut, dimana sebagian besar belum menerima
penuh kompensasi atau bantuan.
Peran Perusahaan dan Pemerintah yang sepenuhnya mengendalikan Area Terdampak
Perusahaan yang bertanggung
jawab atas pengeboran Banjar Panji-1 (Lapindo Brantas) telah memberikan sebagian
kompensasi bagi penduduk dari empat desa yang terkena dampak semburan lumpur,
sementara itu Pemerintah Indonesia telah memberikan bantuan bagi masyarakat
lainnya yang terkena dampak, disamping telah memegang kendali penuh dari zona
bencana (has assumed control of the disaster
zone).
Namun,
Lapindo Brantas telah menghentikan pemberian kompensasi lebih lanjut kepada
korban bencana (mengklaim sebagai bencana alam dan mereka tidak tanggung
jawab), sementara lembaga bantuan internasional juga tidak akan memberikan
bantuan dan dukungan yang diperlukan (mengklaim bahwa bencana adalah buatan
manusia dan dengan demikian harus dibiayai oleh Lapindo Brantas).
Kondisi yang berkembang secara irono isi pemicu terus diperdebatkan, korban dari bencana hidup di pengungsian
Sehingga
sementara isu pemicu terus diperdebatkan banyak korban dari bencana tersebut yang
telah hidup di desa pengsungsian dan kota-kota yang kumuh dibangun berdekatan
dengan zona bencana.
Pentingnya pemahaman anatomi bawah permukaan di Lusi untuk memprediksi kemungkinan panjang kehidupan bencana
Lebih
jauh lagi, pengetahuan tentang anatomi bawah permukaan semburan lumpur Lusi
adalah penting (knowledge of the
subsurface anatomy of the Lusi mudflow is essential) untuk memprediksi kemungkinan
panjang kehidupan dari bencana (for
predicting the likely longevity of the disaster), kemungkinan evolusi
daerah (the possible evolution of the
region).
Isu aktual penurunan atau amblesan (subsidence), termasuk mencari menghentikan atau mengendalikan semburan
Khususnya fenomena penurunan yang berlanjut di wilayah tersebut (the ongoing subsidence of the area), akibat:
(1) reaktivasi patahan (reactivation of
faults),
(2) kemungkinan runtuhnya kaldera (collapse caldera) dan
(3) apakah mungkin ada solusi keteknikan
terhadap potensi untuk membunuh atau mengendalikan semburan lumpur (whether there may be potential engineering
solutions to kill or control the mudflow.)
GEOLOGI REGIONAL
REGIONAL GEOLOGY
Lokasi Geografi di daerah perkotaan di Kabupaten Sidoarjo
Lusi
mud volcano (7º 31’ 37.8”S, 112º 42’ 42.4”T) berlokasi di kota Sidoarjo, kira
kira 25 km selatan dari Surabaya, merupakan kota terbesar ke dua di Jawa Timur,
Indonesia.
Lusi berkembang pada Cekungan Jawa Timur di busur belakang, yang telah mengalami fase tektonik ekstensi dan inversi
Lusi
berlokasi di dalam Cekungan Jawa Timur (the
East Java Basin), suatu cekungan busur belakang yang mengalami inverssi
berarah timur-barat dimana sebelumnya mengalami ekstensi selama Paleogen dan
telah direaktivasi kembali selama Miosen Bawah-Resen (E-W trending inverted back-arc basin that underwent extension during
the Paleogene and was reactivated during the early Miocene-Recent (Kusumastuti
et al., 2002; Shara et al., 2005).
Susunan Stratigrafi dari Cekungan Jawa Timur (Miosen-Resen)
Cekungan
Jawa Timur berumur Miosen-Resen, di daerah sekitar Lusi terdiri dari:
- sedimen-sedimen klastik dan karbonat laut dangkal (shallow marine clastics and carbonates),
- lumpur marin (marine muds),
- sedimen klastikvolkanik (volcaniclastic sediments), dan
- satuan volkanik dari komplek Pananggungan yang berada didekatnya (volcanic units from the nearby Penanggungan volcanic complex) yang berlokasi 15 km pada baratdaya dari Lusi).
Urutan satuan batuan di bawah permukaan Lusi (muda ke tua):
Geologi
bawah permukaan Lusi awalnya telah dilaporkan dari banyak studi (Davies et al.,
2006; Mazzini et al., 2007; Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008; Sawolo et
al., 2009) terdiri dari satuan-satuan:
- Resen Aluvium (Recent
alluvium), selang seling pasir dan serpih (alternating sands and shales), tebal 0-290m;
- Pleistosen (Pleistocene),
Formasi Pucangan (Pucangan
Formation) terdidi dari perselingan pasir dan serpih (alternating sands and shales),
kedalaman 290-900m;
- Pleistosen (Pleistocene),
Formasi Kalibeng Atas berada dibawahkompaksi(Upper Kalibeng undercompacted), terdiri dari lumpur smektit-ilit
(smectite-illite muds);
kedalaman 900-1870m;
- Pleistosen,
batupasir volkanoklastik Kalibeng Atas (Upper
Kalibeng volcaniclastic sands); kedalaman 1870-≈2833m; dan
- Oligosen (Oligocene), karbonat terumbu Formasi
Kujung (Kujung reefal carbonates);
kedalaman sekitar ≈2833-≈3500m.
Revisi
Baru Stratigrafi di bawah Lusi
New Revisions to the Stratigraphy below
Lusi
Indikasi adanya Perubahan Mendasar tatanan stratigrafi (urut-urutan batuan):
Bukti
baru telah mengindikasikan adanya dua perubahan mendasar dari tatanan stratigrafi
seperti diuraikan di atas.
Pertama,
karbonat terumbu umumnya telah disebut sebagai Karbonat Kujung (the reefal carbonates have been commonly
described as the Kujung Carbonates).
Merupakan batuan reservoir utama di
dalam Cekungan Jawa Timur (major
reservoir rock within the East Java Basin), khususnya di lepas pantai Selat
Madura (Sharaf et al., 2005).
Karbonat
Kujung adalah formasi terumbu transgresif (transgressive
reefal formation) yang berumur Oligosen Awal-Akhir (berumur 22-28 Juta
tahun).
Namun,
fragmen ganggang merah (red algal)
dari karbonat pada puncak di dekatnya dan secara stratigrafi ekuivalen dengan pertumbuhan
karbonat (carbonate build up) di sumur Porong-1 yang lokasinya berdekatan sekitar
7 km timur-timurlaut dari Lusi.
Dimana telah ditentukan umurnya dari isotop
strontium dibentuk mendekati 16 Juta tahun (Kusumastuti et al., 2002).
Usulan perubahan Formasi Kujung(Oligosen) menjadi Formasi Tubah (Miosen Tengah) dan implikasinya
Disini,
ditentukan bahwa karbonat yang berada di bawah Lusi bukanlah dari Formasi
Kujung berumur Oligosen, tapi lebih sesuai sebagai Formasi Tuban yang berumur
Miosen Tengah (the carbonates underneath
Lusi are not the Oligocene Kujung formation, but are most likely the Middle Miocene
Tuban Formation) berumur 22-15 Juta tahun (Sharaf et al., 2005).
Reservoir
yang sebelumnya diketahui dan ciri-ciri dari fluida berasal dari sumur lainnya
yang menembus Karbonat Kujung (Kujung Carbonates) telah digunakan sebagai
pemodelan terhadap kemungkinan durasi hidup atau masa hidup dari Lusi juga di
dalam argumen apakah Lusi dipicu oleh pemboran (Sawolo et al., 2009; Swarbrick
et al., under review).
Namun,
dengan adanya bukti baru bahwa karbonat di bawah Lusi kemungkinan berumur lebih
muda adalah Formasi Tuban akan dapat menggangu terhadap perhitungan sebelumnya
yang menggunakan data dari Formasi Kujung (the
new evidence that the carbonates under Lusi are probably of the younger Tuban
Formation renders these previous calculations using Kujung Formation data
spurious).
Rasionalisasi perubahan pada satuan pasir volkanik
Kedua, sebagai
tambahan dari penafsiran kembali terhadap karbonat yang lebih muda, bukti baru
juga mengusulkan bahwa litologi yang telah dilaporkan terhadap pasir
volkanoklastik juga memerlukan adanya perubahan (In addition to the younger reinterpretation of the carbonates, new
evidence also suggests that the lithology of the reported volcaniclastic sands
requires correcting).
Satuan
ini belum dapat diamati sebelumnya di dalam eksplorasi hidrokarbon dan sumur produksi
sumur di daerah ini dan dari mud logging di lokasi telah dilaporakan terdiri
dari volkanoklastik (was reported as
being comprised of volcaniclastics by the on-site mud logging) dan
selanjutnya pada semua publikasi yang membahas bencana Lusi (the Lusi disaster).
Usulan satuan batupasir volkanik sebagai batuan-batuan volkanik terutama dasit dan welded tuffs
Namun
analisis rinci dari potongan (cutting) memperjelas
bahwa satuan ini secara aktual terdiri dari batuan-batuan volkanik (volcanic rocks ) terutama dasit dan
welded tuffs yang telah menyatu menjadi fragmen terutama berukuran pasir oleh
proses pemboran.
Sehingga menyebabkan kesalahan penafsiran sebagai pasir
volkanoklastik oleh pencatat lumpur pemboran
(thus, mistakenly interpreted as volcaniclastic sands by the mud logger).
Penafsiran komposisi batuan beku ekstrusi didukung data log petrofisik
Interpretasi
baru dari satuan ini adalah sebagai batuan-batuan beku ekstrusi (as extrusive igneous rocks) telah didukung
oleh data log petrofisik (petrophysical
log data), yang dihimpun dari interval ini.
Dimana menunjukkan adanya suatu
keseragaman sangat padu dan formasi yang cepat, dengan spesifikasi:
(ρ=2.55-2.65
g/cm3; DT=160-120 μs/ft) (fast formation)
dan mempunyai densitas yang tinggi dan gelombang-p yang cepat (The highdensity and fast p-wave velocity) dari
sekuen volkanik ini
Juga mencirikan bahwa batuan-batuan volkanik secara ekstrim
mempunyai porositas yang rendah (<5% dengan asumsi densitas butiran ‘a grain density‘ sebesar 2.68 g/cm3)
dan, tidak banyak rekahan, juga mempunyai permeabilitas yang rendah (unless extensively fractured, are also
likely to have low permeability).
Penafsiran
kembali dari unit batuan volkanik ini berporositas rendah dan kemungkinan berperan sebagai
penyekat (this unit as low porosity and
possibly sealing), daripada ukuran-pasir dari volkanoklastik (dan tampaknya
permeabel), mempunyai implikasi yang signifikan pada sistem saluran bawah
permukaan di daerah ini (has significant implications
for the subsurface plumbing system in the region.
SISTEM SALURAN BAWAH PERMUKAAN
LUSI
LUSI’S SUBSURFACE PLUMBING SYSTEM
Wujud Saluran bawah permukaan, dan pengendalai semburan sebagai Isu aktual terkait aliran lumpur Lusi
Salah
satu isu utama sekitar aliran lumpur Lusi adalah wujud (nature) dari sistem saluran bawah permukaan dan daya pengedali
dari semburan.
Dua model anatomi bawah permukaan Lusi
Dua
perbedaan model telah diusulkan untuk anatomi dari bawah permukaan Lusi dan hal
ini akan terkait dengan dua teori yang bersaing terhadap pemicu aliran lumpur.
Model
pertama, dipercaya para penganut teori ‘dipicu pemboran’, yang mengusulkan
bahwa aliran lumpur Lusi berakar dalam (deep
rooted) dan terutama dikendalikan oleh lepasnya fluida dari karbonat dalam
(Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008).
Sebagai
model alternaif, dipercaya oleh pendukung teori ‘dipicu gempabumi’, yang
mengusulkan bahwa Lusi berakar dangkal (shallow-rooted)
dan dikendalikan oleh fluida yang keluar dan mengalami likuifeksi (liquefaction) dari lumpur Kalibeng Atas
(Mazzini et al., 2007; Istadi et al., 2009; Sawolo et al., 2009).
Penentuan
dari anatomi bawah permukaan Lusi tersebut mempunyai kendala yang signifikan
untuk menentukan mekanisme yang lebih mungkin dari mekanisme pemicu semburan
Lusi.
Namun
selama diskusi terhadap setiap model yang diusulkan untuk anatomi Lusi, perlu
pertamakali didiskusikan aspek-aspek anatomi bawah permukaan Lusi di mana sumur
dikorelasikan dengan pengukuran di permukaan.
Konstrain
(tidak umum) terhadap Aspek-aspek Mudflow Lusi
Ketidakjelasan utama disekitar anatomi
dari aliran lumpur adalah sumber (atau sumber-sumber) dari komponen air dari
semburan lumpur dan pengendali tekanan dari aliran lumpur.
Namun,
asal usul dari padatan yang dierupsikan Lusi dan dominan dari sistem saluran
dangkal (<1200m) beralasan dengan konstrain yang baik dari pengukuran
permukaan dan diuraikan dari bab ini.
Variasi karakteristik lumpur yang disemburkan dan implikasinya
Lumpur
yang disemburkan dari Lusi sangat mempunyai variasi terhadaip kehidupan dari mud
volcano tapi secara luas dapat dicirikan dari:
Lumpur
panas cair (temperature 70-100 C) berwarna abu-abu menengah terdiri dari air
(awalnya air 60-80% air, tapi berkurang seiring waktu dan saat ini air (30%-50%) dan fraksi padatan terutama keselurhannya terdiri dari lumpur (fraksi
padat adalah 80=90% lempung dengan sedikit lanau dan butiran berukuran pasir).
Lumpur
dengan asal usul densitas keseluruhan 1,3-1,4 g/cm3, tapi secara lambat telah
meningkat jumlah padatannya (Mazzini et al., 2007).
Karakteristik air yang disemburkan
Air
yang disemburkan kira-kira mempunyai salinitas 61% dari air laut (11300 ppm
chloride, 7300 ppm sodium; Mazzini et al., 2007) dan kaya di dalam 18 O
(δ18O=9.0‰) dan deplesi deuterium (and depleted in deuterium δD of
-12.7‰ to -14.4‰) bila dibandingkan
terhadap air laut.
Temperatur
dan geokimia dari air dicirikan sebagai sumber dari kedalaman > 1700m
(Mazzini et al., 2007).
Komposisi padatan dari lumpur yang disemburakan Lusi: Kesepakatan berasal dari Formasi Kalibeng Atas
Fraksi
padatan dari lumpur yang disemburkan pada Lusi terdiri terutama dari ilit,
smektit dan beberapa klorit (of illite,
smectite and some chlorite), konsisten dengan sedimen yang berasal dari
kedalaman 1341-1828m di sumur Banjar Panji-1 well (Mazzini et al., 2007).
Lebih
jauh lagi, semburan dri lumpur memperlihatkan vitrinite reflectances sebesar 0.55-0.69% Ro, korelasi dengan kematangan organic
(organic matter maturations) dari
Ro>0.65% yang diamati pada kedalaman dari kedalaman >1700m pada sumur
Banjar Panji-1 (Mazzini et al., 2007).
Akhirnya
analisis biostratigrafi (biostratigraphical
analysis) dari semburan lumpur
memperjelas adanya fosil foraminifera dan fosil nano sebagaimana yang diamati dari cutting dikumpulkan pada kedalaman dari kedalaman 1219-1828m pada
sumur Banjar Panji-1.
Sehingga,
fraksi padatan dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi dapat disepakatai dengan
baik terutama dating dai lempung Formasi Kalibeng Atas Upper Kalibeng Clays
antara kedalaman 1219-1828m (Mazzini et al., 2007).
Postur dan Perilaku Semburan Lusi: Kecepatan dan volume lumpur
Semburan
lumpur dari Lusi didominasi dari satu kawah (vent),
istilah; Kawah Utama ‘main vent’ atau
Lubang Besar or ‘big hole’.
Kecepatan Semburan tertinggi 170.000, rata-rata 90.000 dan tiga tahun pertama 64.000m3/hari
Suatu
kawah utama yang melingkar (circular main)
dengan diameter sekitar 100m dan telah menyemburkan kecepatan aliran di
atas 170.000 m3/hari, dengan rata-rata
sebelumnya 90.000-100.000 m3/hari (Davies et al., 2006; Mazzini et al., 2007;
Istadi et al., 2009).
Kecepatan semburan per hari menunjukkan tiga tahun pertama rata-rata sebesar
64.000m3/hari, dan sangat berkurang dari rata-rata estimasi yang selama ini
digunakan untuk mengukur durasi hidup ke depan dan evolusi Lusi (average estimates that have been used in
estimates of Lusi longevity and evolution, Istadi et al., 2009; Swarbrick
et al., under
review).
Kecepatan semburan berfluktuatif tahun 2010 kecepatan 20.000-30.000m3/hari
Disamping
itu, kecepatan semburan, dari hari ke hari berfluktuatif, telah secara gradual
berkurang sejak September 2006 and, pada saat menulis, diperkirakan pada kecepatan
20.000-30.000m3/h.
Volume lumpur yang dikeluarkan berkisar 65 - 73 juta m3
Namun Bapel BPLS yang menghitung pada awal Juni 2009 bahwa volume dari lumpur yang berada di pond ata waktu itu sekitar 65 juta m3 dan mendekat 8 juta m3 telah dipompakan dari kolam penampung lumpur ke Kali Porong.
Disini total lumpur yang telah disemburkan oleh Lusi pada tiga tahun pertama mendekati 73 juta m3 (dengan mengabaikan potensi kesalahan karana penambahan volume dari air hujan dan pengurangan karenapenguapan dan awal tidak dimonitor pemompaan lumpur dan sluicing dari lumpur ke sungai).
Geometri pipa pengumpan berbentuk conical
Geometri
permukaan dangkal dari kawah utama dari permukaan lumpung Formasi Kalibeng
Atas, menjadi tidak jelas. Pencitraan seismic
dari mud volcano utama di Azerbaijan umumnya member kepercayaan bahwa pipa
pengumpan lumpur berbentuk conical (Stewart and Davies, 2006).
Alternatif menembus keatas melalui patahan atau rekahan
Namun,
analisis dari sistem pergerakan serpih berumur Miosen-Pleisoen dari Brunai
mencirikan indikasi bahwa system pengumban mud volcano (mud volcano feeder system) kemungkinan terutama dari terobosan
bidang serpih (planar shale dykes)
yang menembus ke atas oleh patahan-patahan atau rekahan tarik (entrained up faults or tensile fractures)
(Morley et al., 1998; Tingay et al., 2003).
Kawah
utama dengan lebar 100 m dan dengan kecepatan aliran yang ekstrim tinggi dipercai
bahwa sistem pengumpan di bawah Lusi baik berbentuk conical atau terdiri dari
beberapa rekahan besar yang terbuka dan perpotongan rekahan.
Saluran
pengumpan dangkal (shallow feeder
channel) berbentuk seperti pipa terbuka sangat konsisten dengan hasil pengukuran
selama tahun 2007 dapam upaya untuk menghentikan semburan Lusi dengan
menjatuhkan bola-bola beton yang dirangkai menjadi satu kesatuan oleh rantai
yang kuat ke dalam kawah utama.
Informasi rangkaian bola-bola benton masuk sampai kedalaman 800-1000m
Walaupun
upaya untuk menjatuhkan cincin bola beton tersebut masuk ke kawah gagal untuk
menghentikan atau mengurangi aliran lumpur, kabel yang menempel pada beberapa
bola-bola beton memperlihatkan bahwa rangkaian dijauhkan ke bawah pada kedalaman
800-1000m.
Semburan Utama, semburan sedang dan bubble: Arah dan karakteristik
Hampir
pada semua aliran lumpur telah disemburkan dari kawah utama. Namun, sejumlah
lokasi sekunder minor dari semburan juga terdapat.
Tiga yang berukuran agak
besar (moderately-sized), tapi dengan
kehidupan pendek mungkin satu minggu, semburan pasir dan lumpur terjadi ke atas
1000, dari kawah utama pada hari-hari selanjutnya dari saat awal semburan.
Sejak
saat itu sejumlah semburan kecil (<10m3/hari) dengan istilah ‘bubblelers’ dengan air, lumpur atau gas
telah terjadi sampai 4,5 km dari kawah utama.
Jumlah
semburan sekunder telah bervariasi dari 23 pada minggu ke tiga Agustus 2006,
menjadi maksumum 155 bubblers pada tahun 2009, pada saat menulis, 39 bubbles
aktif pada jarak maksimum 1,2 dari kawah
(sumber BPLS).
Lebih
jauh laig, terdapat sebaran geometri dari bubblers, dengan kebanyakan terjadi
pada dua kecenderungan yang linier memotong kawah utama (BPLS).
Dominasi arah kira-kira UT-SB, dan telah
diusulkan sebagai patahan ekstensi yang terbentuk di dekat Gawir Watukosek,
dimana arah sekunder berorientasi UB-ST (Mazzini
et al., 2007).
Dua arah dominan semburan sekunder mencirikan
bahwa terjadinya jaringan patahan aktif berarah UT_SB dan arah UB-ST di bawah
mud volcano Lusi (active
NE-SW and NW-SE trending fault network underneath the Lusi mud volcano).
Davies
et al. (2006) awalnya mengusulkan bahwa
sistem pengumpan dangkal (shallow
feeder system) di bawah Lusi terdiri dari suatu rekahan tensial baru utama
yang baru (a major newly initiated
tensile fracture).
Namun,
hal ini tidak konsisten dengan orientasi maksimum tekanan horizontal lokal
berarah UUT-SSB (present-day maximum horizontal
stress orientations) untuk daerah yang ditentukan dari mekanisme solusi
gempabumi (earthquake focal mechanism
solutions Tingay et al., 2010).
Rekahan
tensi membuka terhadap tekanan utama minimum (Tensile fractures open against the least principal stress) dan
ekspektasi dengan jurus UUT-SSB dekat Lusi.
Namun,
arah tekanan horizontal maksimum saat ini, dan mekanisme solusi pusat gempa (earthquake focal mechanism Ssolution)
memperkirakan suatu rezim patahan geser (a
strike-slip faulting stress regime), yang konsisten dengan arah rekahan
berarah UT-SB dan UB-ST kira-kira merupakan ‘conjugate
sub vervical strik-slip fault zones’.
Model 1: Cairan terutama dari Karbonat dalam (Fluids Primarily from
Deep Carbonates)
Model
pertama untuk sistem bawah permukaan lusi (model
for Lusi’s subsurface plumbing system) diusulkan bawahma sumber utama
fluida, dan tekanan utama yang mengendalikan semburan (main source of fluid for Lusi, and primary pressure drive of the
eruption), berasal dari karbonat dalam berumur Miosen (sepertinya Formasi
Tuban).
Model
ini terutama telah diusulkan oleh penulis-penulis yang mendukung hipotesis
bahwa Lusi telah dipicu oleh suatu ledakan di sumur Banjar Panji-1 (the hypothesis that Lusi was triggered by a
blowout in the Banjar Panji-1 well) seperti
Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008.
Di
bawah model ini, air overpressure yang difasilitasi oleh karbonat telah
menyembur ke atas melalui bagian lubang bor Banjar Panji-1 yang tidak diberi
selubung (overpressured waters hosted by
the carbonates escape upwards via the uncased section of the Banjar Panji-1
wellbore)
Tampaknya yang paling
mungkin, juga melalui pengaktifan kembali patahan dan rekahan yang raat ini
dibentuk pada kedalaman (via deep
recently created or reactivated faults and fractures.).
Fluida melalui
lempung dari Formasi Kalibeng Atas dimana, telah sangat tiksotroik (highly thixotropic), siap mengalir membentuk lumpur cair yang
menyembur ke permukaan melalu sistem pengumpan dangkal, yaitu kawah kerucut dari
perpotongan zona patahan (conical vent of
intersecting conjugate fault zones).
Model
ini terdapat beberapa bukti-bukti pendukung. Pertamanya, stratigrafi disekitar
dan identi dari Porong dan carbonat mounds Kodeco-11C ( Kedeco-11C carbonate mounds) berlokasi pada arah
TUT dari Lusi, keduanya terdiri dari struktur runtuh lemingkar yang
ekstensif dengan patahan yang propagasi
ke luar dari puncak pertumbuhan (gundukan) karbonat (both contain extensive circular collapse structures with faults
propagating out of the crest of the carbonate mounds (Kusumastuti et al.,
2002).
Struktur
runtuh yang besar ini dengan lebar lebih 1 km dan dalam 300m, belum dipelajari secara rinci terhadap
keberadaan Lusi. Yang kemungkinan merupakan semburan lumpur tipe Lusi (are possibly Lusitype mud eruptions)
yang terjadi selama Kuarter dan telah
bersumber dari gundukan terumbu yang
relatif dangkal. (shallower reefal Mounds).
Pendukung
lainnya untuk karbonat dalam sebagai sumber utama untuk air disemburkan oleh
Lusi berasal dari fluida pori bertekanan sangat tinggi (very high pore fluid pressures) sebesar 18,5 MPa/km dan dari porositas
dan permeabilitas yang tinggi (high porosity
and permeability) yang diamati dari karbonat tersebut di sekitar sumur
Porong-1
Sehingga membuat karbonat sangat ideal dan paling cocok sebagai
sumber utama air yang disemburkan pada Lusi (carbonates
appear to bethe ideal and best suited primary source of water erupted at Lusi).
Juga
terdapat beberapa isu yang membuat model ini menjadi tidak jelas. Pertama,
tidak diketahui apakah sumur Banjar
Panji-1 memotong karbonat dalam (Sawolo et al., 2009).
Tidak
ada cuttings yang kembali dari dasar beberapa meter dari sumur boar ketika
terjadi total hilangnya sirkulasi dan pembiran dihentikan (a complete loss of circulation and drilling was halted) (walaupun
sejumlah besar H2S, dimana secara rutin dilepas dari pemboran pertumbuhan
terumbu di daerah semburan dari Banjar Panji-1 ketika ditendangkan dan dari kawah utama pada beberapa hari
pertama.
Dimana
hilangnya sirkulasi ini, dan keluarnya
H2S (loss of circulation and H2S release)
mencirikan prenetrasi dari atau koneksi dengan karbonat (may indicate penetration of, or connectionwith, the carbonates)
tidak adanya tendangan yang seketika menunjkkan sangat tingginnya besaran overpressure
(there was no instantaneous kick
suggesting very high magnitude overpressures).
Lebih
jauh lagi, itu tidak jelas apakah sumur bor dengan diameter 12.25 inci akan
dapat menerima kecepatan semburan lebih dari 170000m3/day sebagaimana yang
diamati pada Lusi (Sawolo et al., 2009).
Namun, di bawah model sumber karbonat
dalam tidak penting untuk semua fluida mengalir via lubang sumur (Lusi tiba-tiba meningkat dari <50000m3/hari menjadi lebih besar dari 100000m3/hari pada tanggal 1
September on the 1st 2006.
Dimana
kemungkinan mencirikan adanya perubahan pada sistem saluran terutama mengalir
keatas patahan-patahan dan rekahan-rekehan, dan lobang sumur tampaknya telah
dierosi menjadi lebih besar terhadap waktu (the
wellbore is likely to have been eroded larger over time).
Lebih
jauh lagi, dan sangat signifikan, semua diskusi dari model ini menghilangkan
kontribusi tambahan dari lumpur Kalibeng Atas.
Besarnya
volume muntahan dari lempung (lumpur awalnya 20-40% clay
dan telah menebal terhadap waktu sampai pada konsistensi dari lempung
50-70%) juga keterlibatan tambahan dari
fluida pori di dalam lempung ke dalam lumpur yang disemburkan ke permukaan.
Disini,
dibawah model ini fluida yang disemburkan terutama akan bersumber dari karbonat
tapi juga mengandung suatu yang signifikan (dan meningkat menjadi dominan)
jumlahnya dari air pori dari lumpur Kalibeng Atas.
Model 2: Fluida dari Lumpur Kalibeng Atas ( Fluids from Upper
Kalibeng Clays)
Model
kedu diusulkan untuk geometri dan daya pengendali aliran lumpur Lusi berasal dari
lumpur Formasi Kalibeng Atas.
Dibawah
model ini semburan Lusi sebagai hasil dari pencairan dari lumpur Formasi
Kalibeng Atas disebabkan oleh reaktivasi sona patahan dengan orientasi UT-SB
umum dikenal sebgai Patahan Watukosek (Lusi
eruption was the result of liquefaction of the Upper Kalibeng clays caused by
reactivation of a pre-existing NE-SW oriented fault zone (often termed the
Watukosek Fault), dengan reaktivasi dipicu oleh gempabumi 27 Mei 2006
Mw6.3. Gempabumi Yogyakarta earthquake berjarak 250 km (Mazzini et al., 2007;
Sawolo et al.,2009).
Sifat yang sangat thixotropic dari
lumpur Kalibeng Atas membuatnya sangat rentan terhadap likuifaksi jika tergangu
oleh gerakan gempa atau patahan.
Lebih
jauh lagi, zona-sona patahan selalu ekstrim permeable selama momen dari
pemecahan (moment repture)
menyediakan suatu jalankeluar untuk likuifaksi serpih bergerak ke permukaan (liquefied and mobile shales to escape to
the surface).
Sebagai
tambahan, log sonic dan densitas (sonic
and density logs) dari Banjar
Panji-1 memcirikan bahwa Lempung Kalibeng atas sangat signifikan
dibawahkompaksi (significantly
undercompacted) dan mempunyai porositas sekitar 5-12% lebih besar daripada
yang diprediksi dibawah kompaksi normal (normal
compaction).
Dibawah
kompaksi pada lempung mencirikan tipe bahwa serih beada pada tekanan berlebih (Undercompaction in clays typically indicates
that the shales are overpressured) dalam arti berada pada kompaksi yang
tidak seimbang (disequilibrium
compaction, Osborne and Swarbrick, 1997) dan tekanan fluida yang tinggi
bisa menambah daya pengendali dari sistem mud volcano.
Mazzini
et al., 2007 mengusulkan bahwa walaupun overpressure lebih besar (greater overpressures) mungkin telah
terbentuk pada Lempun Kalibeng Atas oleh pelepasan dari air pada antar lapisan (release of inter-layer bound
Water) selama diagenesis dari smektit ke ilit
(during the diagensis of smectite into
illite).
Namun,
transisi dari smektit ke ilit telah sebagian
menghilangkan sebagai suatu
pembangkitan mekanisme overpressure (largely
dispelled as an overpressure generation mechanism, Osborne and
Swarbrick,1997) dan arena itu tidak tampak untuk menyediakan lebih jauh
peningkatan tekanan fluida pori pengenali Lusi (and thus is unlikely to provide any further increase thepore fluid
pressures driving Lusi).
Model
ini didukung oleh model-model analogi bahwa patahan aktif dapat
menyebabkan thixotropic shales untuk
menjadi bergerak dan disemburkan sepanjang sona patahan (Mazzini et al., 2009).
Lebih
jauh, gempa yang besar (>Mw7.5) telah secara jarak jauh memicu peingkatan
kecepatan semuran mud volcano di Iran danAzerbaijan (Kopf, 2002; Mellors et
al., 2007). Ditambahkan disini, tidak ada bukti langsung terhadap
keterlibatan fluida dari karbonat dalam pada sistem mud volcano.
Sebagai
contoh, tidak ada fragmen dari batugamping Miosen atau batuan-batuan volkanik berumur
Plio-Plesitosen yang telah diketumukan di dalam semburan lumpur (walaupun
litologi ini kurang bermakna pada erosi dan frakment yang besar dari litologi
tersebut tidak diangkunt ke permukaan).
Lebih
jauh lagi tiga bulan survei kegempaan mikro (micro-seismicity
survey) melaporkan hanya satu even yang berasal lebih dalam dari kedalaman 2km.
Hanya beberapa lusin even seismic micro direkam dan mencirikan tidak ada
kecenderungan spasial dan gagal untuk menyediakan suatu bukti yang konklusif
dari suatu jaringan patahan bawah permukaan aktif (though only a few dozen micro-seismic events were recorded and these
indicated no spatial trend and failed to provide conclusive evidence of an
active subsurface fault network; source: BPLS).
Akhirnya,
sumur Banjar Panji-1 mengalami kerusakan yaitu ‘loss’ kecil (20 barrels) saat tujuh menit setelah gempabumi
Yogyakarta, menunjukkan bahwa bagian dari gelombang gempa telah membuka
bebarapa rekahan pada perpotongan dari
lubang bor (the passage of seismic
waves may have opened up some fractures intersecting the wellbore Sawolo et
al., 2009).
Hal memperkuat model lumpur berasal dari Kalibeng Atas dan peran gempabumi?
Terdapat
beberapa isu terkait model dimana semua
dari lumpur berasal dari lempung Kalibeng Atas.
Pertama,
itu tidak diketahui bagaimana gempabumi Yogyakarta dapat memicu pengaktifan
kembali patahan di bawah Sidoarjo yang berjarak 250 km jauhnya.
Analisis
dari semua metoda yang tersedia untuk pemicu pengaktifan patahan dan pencairan
lempung via kegempaan yang jauh (Analysis
of all known methods for triggering of fault reactivation and clay liquefaction
via remote seismicity).
Dimana dinamika perubahan tekanan karena ayakan
langsung dari gelombang seismik kedua dapat menginduksi perubahan tekanan
statik (dynamic stress changes due to
direct shaking, co-seismically induced static stress changes) pasca
relaksasi pasca gempa dari perubahan tekanan static, dan efek elastic ayunan (post-seismic relaxation of static stress
changes, and; poroelastic rebound effects).
Hal ini mencirikan bahwa gempabumi
Yogyakarta pada mangnitut yang sangat kecil untuk dapat memicu pengaktivan
kembali patahan di awah Sidoarjo (earthquake
was at least an order of magnitude too small to have triggered fault
reactivation under Sidoarjo.)
Ditambahkan
bahwa perubahan tekanan maksumum (the
maximum stress changes) disebabkan oleh gempabumi ini pada orde +33 kPa
(lebih kecil daripada daya pasang surut (smaller
than tidal forces).
Sedangkan perubahan tekanan disebabkan tendangan di
lubang sumur Banjar Panji-1 magnitut lebih besar daripada tiga orde (were over three orders of magnitude greater,
Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).
Lebih
jauh lagi, terdapat beberapa rekaman gempabumi
yang lebih besar dan lebih dekat dari Sidoarjo daripada gempabumi
Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dan itu tidak jelas bagaimana hanya gempabumi Yogyakarta
telah memicu aliran lumpur (Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).
Juga
terdapat ketidakmungkinan dan tidak mungkin untuk serpih tidak permeabel (for largely impermeable shales),
walaupun di bawah likuifaksi.
Untuk menghasilkan kecepatan semburan di atas
170000 m3/hari dan dapat berlangsung dengan kecepatan rata-rata 64.000 m3/hari
untuk selama tiga tahun.
Tidak
ada mekanisme yang diketahui bagaimana jumlah yang banyak dari serpih dapat
berlanjut secara kotinyu dibawah
likuifeksi selama suatu perioda waktu yang panjang.
Lusi memegang rekor dunia dari mud volcano yang menyembur berlanjut dengan kecepatan semburan yang besar
Akhirnya, Lusi
hanya satu-satunya mud volcano yang tidak ada lainnya dimana tercatat dengan kecepatan semburan yang besar
untuk bertahan pada perioda waktu (Lusi
is the only mud volcano ever recorded that has had such large flow rates for a
sustained period of time Kopf, 2002; Davies et al., 2006). Umumnya dari sistem mud volcano, belum ada yang melaporkan mempunyai sifat serperti tersebut.
Umumnya
sistem mud volcano di seluruh dunia cenderung kecepatan semburan hanya beberapa
puluh sampai ratusan kubik meter per hari, tapi umumnya hanya mempunyai
kehidupan semburan yang pendek 1-14 hari (Natural
mud volcano systems worldwide tend to flow at rates of only a few tens to
hundreds of cubic metres per day, but can occasionally have eruptions that are
short-lived, 1-14 days) dan yang ekstrim liar sekitar (100.000-1.000.000
m3/hari).
Namun, semburan lumpur utama tersebut hanya tercatat pada sistem mud
volcano yang berakar dalam (deeprooted
mud volcanic systems) yang terutama dikendalikan oleh sumber
overpressured yang besar sehingga yang
diamati kecepatan semburan di Lusi tidak konsisten dengan mekanisme likuifaksi dengan akar
dangkal (shallow-rooted liquefaction
mechanism) .
IMPLIKASI UNTUK MEREVISI LUSI
ANATOMI
Studi
ini menyediakan suatu tinjauan pemutahiran dari geologi luapan lumpur Lusi dan
juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan secara seimbang dan
harapannya tidak bias.
Terhadap model anatomi utama dari model-model untuk
bencana geologi yang unik ini (summary of
the main manatomical models for this unique geological disaster).
Sehingga
debat terhadap pemicu yang rinci tidak tercakup di sini, revisi stratigrafi,
ringkasan geologi di ekstrapolasi dari pengukuran di permukaan dan diskusi
kedua modal untuk sistem saluran bawah permukaan Lusi (subsurface plumbing system) mempunyai implikasi untuk debat pemicu
dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari bencana ini (have implications for the triggering debate and for the possible
evolution and longevity of this disaster.)
Revisi
dari stratigrasi di bawah Lusi mempunyai beberapa implikasi yang luas.
Semua
studi yang tertuju pada aliran lumpur Lusi telah menentukan karbonat dalam
sebagai Formasi Kujung dan telah dibuat asumsi terhadap sifat-sifat yang
diketahui (known properties) dari
satuan ini.
Lebih
jauh lagi, secara teori untuk sumur Banjar Panji-1 diasumsikan bahwa sasaran
dari karbonat diasumsikan mild
overpressure, sebagaimana yang rutin
diamati pada reservoir karbonat Kujung di lepas pantai.
Namun,
di tetangganya tumpukan karbonat (carbonate
mound) yang ditempus oleh sumur Porong-1, berjarak 7 km jauhnya menunjukkan
sangat tinggi overpressure (very high
overpressures).
Baru-baru
ini, Swarbrick et al. (under review)
berupaya untuk menghitung durasi yang mungkin dari aliran Lusi dengan
mengasumsikan sumur dikembangkan, tapi sekarang tidak memadai, kecepatan
semburan (flow rate), porositas dan
permeabilitas dan karbonat Kujung.
Ditentukan
signifikan secara sosial dan hukum dari
bencana Lusi, sebelumnya menggunakan informasi dari karbonat Kujung tidak dapat
ditentukan berlaku (cannot be considered
as valid).
Penafsiran
yang baru dari satuan yang menutupi karbonat dan yang membawahi lempung
Kalibeng Atas (of the unit overlying the
carbonates and underlying the Upper Kalibeng clays) terdiri dari dan
batuan-batuan ekstrusi dengan prosositas
rendah, daripada sedimen volcanoklastik yang permeable yang telah mempunyai
implikasi pada hidrodinamika dari daerah ini (being comprised of low porosity and tight extrusive igneous rocks,
rather than permeable volcaniclastic sediments has major implications for the
hydrodynamics of the region).
Model
dimana fluida terutama berasal dari karbonat dalam tidak layak kecuali karbonat
disekat, dan menjadi tidak layak dari usulan stratigrafi yang diusulkan pada
tahap awal (The model in which the fluids
are primarily derived from the deep carbonates is not feasible unless the
carbonates are sealed, and thus was not likely under the initially proposed
stratigraphy).
Lebih
jauh lagi, pada model pencairan lempung (clay
liquefaction model), telah diusulkan bahwa kecepatan aliran yang tinggi
merupakan pada jangka panjang sebagai hasil penambahan dari akuifer yang
berasal dari sebelumnya pasir klastikvolkanik (the long term high flow rates are the result of additional aquifer
drive from the previously considered volcaniclastic sands). Teori ini tidak
tampak di bawah stratigafi yang direvisi.
RANGKUMAN/KESIMPULAN
Studi
ini menyediakan suatu pembaruan tinjauan terhadap geologi dari luapan lumpur
Lusi.
Juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan yang seimbang
dan tidak bias terhadap model anatomi dari suatu bencana geologi yang unik ini.
Sehingga debat terhadap pemicu tidak tercakup secara rinci disini. Namun adanya revisi terhadap stratigrafi, ringkasan geologi
ektrapolasi dari pengukuran permukaan dan diskusi kedua model untuk sistem
saluran (plumbing system).
Akan mempunyai
implikasi untuk debat pemicu dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari
bencana ini (have implications for the
triggering debate and for the possible evolution and longevity of this
disaster).
Isu
utama dan keseimpulan dari studi ini diringkas sebabagai berikut:
- Kedalaman karbonat di bawah Lusi (The deep carbonates underneath Lusi) berumur Miosen dan
tampaknya adalah Formasi Tuban, jadi bukan karbonat Kujung berumur
Oligosen (not the Oligocene Kujung
carbonates)
- Karbonat dalam ditutupi oleh batuan beku ekstrusi (extrusive igneous rocks) terdiri
dari dasit, andesif, dan ‘welded
tuffs’ yang mempunyai porositas sangat rendah (have very low porosities) yaitu <5% dan tampaknya juga
mempunyai pemealitas rendah (low
permeabilities), jadi bukan pasir klastik volkanik (not permeable volcaniclastic sands).
- Fraksi padat dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi
bersumber dari lempung Formasi Kalibeng Atas (the Upper Kalibeng clays) pada kedalaman antara 1219-1828m
(Mazzini et al., 2007).
- Rata-rata kecepatan aliran Lusi adalah sangat
signifikan lebih rendah dari yang dilaporkan oleh publikasi ilmiah dan
pada media (Average flow rate for
Lusi is significantly lower than what has been previously reported by
scientific publications and in the media).
- Perubahan Mendasar kecepatan aliran: Rata-rata kecepatan aliran pada tiga tahun pertama
diperkirakan 64.000m3/hari (daripada 90.000-10.000 m3/hari) dan terhadap
waktu telah berkurang (saat ini 20.000-30.000 m3/hari).
- Sistem pengumpan lumpur (mud feeder system) pada kawah utama, (main vent) dimana berlanjut ke bawah sekurang-kurangnya pada
lempung Kalibeng Atas, adalah apakah mendekali suatu bentuk pipa
mengkerucut (conical pipe) atau
dibentuk oleh perpotongan antara dua sistem sona patahan (intersection of two main fault zone) and
sekurang-kurangnya lebar 30 cm sampai kedalaman 1000m.
- Terdapat banyak lokasi semburan kecil atau sekunder (large number of minor secondary eruption sites ) yaitu air, lumpur dan gas yang disalurkan oleh sistem patahan geser berarah UT_SB dan UB-ST, dengan dua zona patahan berpotongan di dekat kawah Lusi (feed by a currently active NE-SW and NW-SE conjugate strikeslip fault system, with the two fault zones intersecting near the main Lusi vent).
- Ketidakjelasan Sumber air: Ketidakjelasan utama terhadap anatomi dari mud volcano Lusi (the anatomy of the Lusi mud volcano)
adalah sumber air komponen dari lumpur yang disemburkan. Temperatur dan
kimia dari air mencirikan kedalaman labih besar dari 1700m.
- Dua models untuk anatomi Lusi telah diusulkan, masing-masing secara genetik mempunyai keterkaitan dengan usulan pemicu dari bencana.
- Model pertama mengusulkan bahwa fluida utamanya dipisahkan dari karbonat dalam overpressure (overpressured deep carbonates). Dimana mengalir ke atas pada lubang sumur Banjar Panji-1 dan pengaktifkan kembali patahan-patahan (reactivated faults), menembus lumpur Kalibeng Atas (dan berlanjut pada air fluida pori) pada perjalanan ke permukaan.
- Model yang disusulkan sebagai altrnatif adalah lumpur
keseluruhan berasal dari lempung Kalibeng Atas, dimana telah digerakkan
kembali karena dipicu oleh patahan-patahan yang sebelumnya telah ada di
Sidoarjo (the mud is entirely
derived from the Upper Kalibeng clays, which have been remobilised due to
remote triggering of preexisting faults underneath Sidoarjo).
- Dataset yang ada sebelumnya tidak memadai untuk
membenarkan atau tidak membenarkan (unequivocally
prove or disprove) model yang ada. Masing-masing model mempunyai bukti
yang mendukungnya, dan juga kritik yang belum dapat dijelaskan.
Apa Langkah ke depan (What Next Lusi):
Menentukan
geologi bawah permukaan dan sistem saluran dari aliran lumpur Lusi merupakan
langkah ke depan yang sangat mendasar untuk memperkirakan evolusi dari mud
volcano, durasi yang mungkin dari semburan (Determination of the subsurface geology and plumbing system of the Lusi mud flow is an essential first steptowards predicting the evolution of the mud volcano, likely duration of the eruption).
Juga untuk menyelesaikan debat yang
telah berlangsung berkepanjangan pada pemicu dari bencana geologi yang unik ini (and for resolving the long-running debate on triggering of this unique
geological disaster).
CATATAN PENULIS
AUTHORS NOTE
Semburan
lumpur Lusi (Lusi mud eruption) dan,
khususnya, perdebatan pada pemicu dari bencana menjadi isu social, politik dan
aspek legal.
Penulis
telah mempublikasikan beberapa publikasi sebelumnya bahwa Lusi tampaknya lebih
dipicu oleh ledakan bawahtanah di sumur Banjar Panji-1.
Namun,
tujuan dari suti ini menyediakan suatu tinjauan yang seimbang dan tidak bias (a balanced and unbiased overview)
terhadap geologi dan system saluran (geology
and plumbing system) di bawah Lusi.
Sehingga,
Saya, sejauh mungkin meniadakan diskusi pada teori untuk pemicu dari aliran
lumpur.
Informasi
yang disajikan disini bertujuan untuk mengurangi variasi yang sangat luas atau
ketidakakurasian dari laporan-laporan geologi di bawah Lusi dan untuk meringkas
tanpa preferensi, dari dua model untuk system saluran Lusi (Lusi’s plumbing system) dan sumber dari air yang disemburkan.
Studi
ini tidak dirancang untuk membenarkan atau tidak membenarkan teori atau model
tertentu, tapi lebih memberikan suatu tinjuan terhaap pemahaman saat ini dari
bencana ini,
REFERENCES
Cyranoski,
D., 2007, Indonesian eruption: Muddy waters: Nature, 445, 812–815.
Davies,
R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007, Birth of a mud
volcano: East Java, 29 May 2006: GSA Today, 17, 4–9.
Davies,
R., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., and Tingay, M., 2008,
The east Java mud volcano (2006 to present): an earthquake or drilling
trigger?: Earth and Planetary Science Letters, 272, 627-638.
Davies,
R.J., Manga, M., Tingay, M., Lusianga, S., and Swarbrick, R., 2010 (in press),
DISSCUSSION: Sawalo et al. (2009) The LUSI mud volcano controversy: Was it
caused by drilling?: Marine and Petroleum Geology, 27, d
oi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.019.
Istadi,
B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., and Alam, S., 2009, Modeling study of
growth and potential geohazard for Lusi mud volcano: East Java, Indonesia:
Marine and Petroleum Geology, 26, 1724-1739.
Kopf,
A.J., 2002, Significance of mud volcanism: Reviews of Geophysics, v. 40, doi:
10.1029/2000RG000093.
Kusumastuti,
A., van Rensbergen, P., and Warren, J., 2002, Seismic sequence analysis and
reservoir potential of drowned Miocene carbonate platforms in the Madura
Strait, East Java, Indonesia: AAPG Bulletin, 86, 213-232.
Mazzini,
A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe-Sørenssen, A.,
and Istadi, B., 2007,
Triggering
and dynamic evolution of LUSI mud volcano, Indonesia: Earth and Planetary
Science Letters, 261, 375–388.
Mazzini,
A., Nermoen, A., Krotkiewski, M., Podladchikov, Y., Planke, S., and, Svensen,
H., 2009, Strike-slip faulting as a trigger mechanism for overpressure release
through piercement structures. Implications for the Lusi mud volcano, Indonesia:
Marine and Petroleum Geology, 26, 1751-1765.
Mellors,
R., Kilb, D., Aliyev, A., Gasanov, G., and Yetirmishli, G., 2007, Correlations
between earthquakes and large mud volcano eruptions: Journal of Geophysical
Research, 112, B04304.
Morley,
C.K., Crevello, P., and Ahmad, Z.H., 1998, Shale tectonics and deformation
associated with active diapirism: the Jerudong Anticline, Brunei Darussalam:
Journal of the Geological Society, London, 155, 475-490.
Osborne,
M. J., and Swarbrick, R.E., 1997, Mechanisms for generating overpressure in
sedimentary basins: a reevaluation: AAPG Bulletin, 81, 1023-1041.
Sawolo,
N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2009, The LUSI mud volcano
triggering controversy: Was it caused by drilling?: Marine and Petroleum
Geology, 26, 1766- 1784.
Sawolo,
N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2010 (in press), Was LUSI
caused by drilling? – Authors reply to discussion: Marine and Petroleum
Geology, 27, doi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.018.
Shara,
E., Simo, J.A., Carol, A.R., and Shields, M., 2005, Stratigraphic evolution of
Oligiocene-Miocene carbonates and siliciclastics, East Java basin, Indonesia:
AAPG Bulletin, 89, 799-819.
Stewart,
S.A., and Davies, R.J., 2006, Structure and emplacement of mud volcano systems
in the South CaspianBasin: AAPG Bulletin, 90, 771-786.
Swarbrick,
R.E., Mathias, S.A., Davies, R.J., and Tingay, M., under review, Probabilistic
longevity estimate for the LUSI mud volcano, East Java:
Geophysical
Research Letters.
Tingay,
M., Hillis, R., Morley, C., Swarbrick, R., and, Okpere, E., 2003, Pore
pressure/stress coupling in Brunei Darussalam implications for shale injection.
In: Van Rensbergen, P., Hillis, R.R., Maltman, A.J., and, Morley, C.K. (eds.)
Subsurface Sediment Mobilization. Geological Society of London Special
Publication, London, 216, 369-379.
Tingay,
M., Heidbach, O., Davies, R., and Swarbrick, R.E., 2008, Triggering of the Lusi
mud eruption: earthquake versus drilling initiation: Geology, 36, 639-642.
Tingay,
M., Morley, C.K., King, R.E., Hillis, R.R., Hall, R., and, Coblentz, D., 2010,
The Southeast Asian Stress Map: Tectonophysics, 482, 92-104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar