2019 ISTADI (3) Studi Pemodelan Pertumbuhan dan Potensi Geohazard Mud Volcano Lupsi:
Fokus makalah pada resiko geohazard ke depan
Makalah ini akan memusatkan perhatian pada potensi dampak dan kaitannya dengan resiko geohazard terhadap kelanjutan semburan lumpur pada tahun-tahun mendatang (potential impact and related geohazard risks from the continued mud eruption in the years to come).
ISTADI 2019
Marine and Petroleum Geology
Volume 26 (2009) 17-24-1739
Ditinjau, Dianalisis dan Dialihbahasakan ke Indonesia Oleh: Dr. Hardi Prasetyo
Modeling study of growth and potential geohazard for LUSI mudvolcano: East Java, Indonesia
Original Research Article- Marine and Petroleum Geology, Volume 26, Issue 9, November 2009, Pages 1724-1739
- Bambang P. Istadi, Gatot H. Pramono, Prihadi Sumintadireja, Syamsu Alam
Studi Pemodelan Pertumbuhan dan PotensiGeohazard Mud Volcano Lupsi: Jawa Timur, Indonesia
Resiko Bencana Geologi
(Geohazard Risks)
Dampak semburan Lupsi:
Semburan lumpur panas di Sidoarjo telah mengubur rumah, desa, sekolah,
perusahaan, dan mengungsikan ribuan warga.
Potensi resiko bencana geologi (geohazard
risks) berlanjut pada daerah yang berpenduduk padat serta terdapat banyak
aktivitas masyarakat dan infrastruktur.
Antisipasi skenario kasus terburuk:
Studi pemodelan terhadap pertumbuhan dan potensi geohazard merupakan
bagian antisipasi resiko (risks
anticipation) dan perencanaan untuk skenario kasus terburuk dari mud
volcano Lupsi dan daerah sekitarnya.
Studi kasus mud volcano di Jatim dan Bleduk Kuwu:
Studi mud volcano lainnya di Jawa Timur telah digunakan sebagai
pengkajian bencana geologi (geohazard
assessment).
Khususnya mud volcano Bleduk Kuwu yang sampai sat ini masih aktif di
Jawa Tengah, terdiri dari komplek mud volcano dengan lokasi erupsi lumpur yang
berganda pada radius 3,5 km dari pusat semburan utama.
Serta menunjukkan beberapa penghubung atau saluran aktif (the presence of several active conduits).
Serta menunjukkan beberapa penghubung atau saluran aktif (the presence of several active conduits).
Gambar 4.
Subsidence diukur dengan GPS pada 33
lokasi. Dua pengukuran GPS berkelanjutan dicirikan dengan label A dan B, diplot
kecepatan subsidence rata-rata (subsidence
rate) 1,9 dan 3,9 cm/hari untuk lokasi RW-1 dan RW-2. Elip warna kuning
adalah penafsiran daerah yang mengalami subsidence hasil dari analisis data
satelit InSAR.
Awal Lupsi terdiri dari 5 titik semburan:
Pada awalnya Lupsi terdiri dari lima semburan lumpur, selanjutnya hanya
satu yang terus menyembur atau aktif hingga sekarang ini.
Sangat mungkin bahwa saluran semburan lumpur yang tidak aktif tersebut
suatu saat dapat diaktifkan kembali, atau terjadi suatu semburan baru pada
lokasi yang lain.
Bubble dengan gas terbentuk di zona lemah atau reaktifasi patahan:
Studi ini berpendapat bahwa kemungkinan semburan lumpur atau yang lebih
dikenal sebagai lokasi gas bubble atau lokasi baru semburan terjadi sepanjang
zona lemah atau patahan-patahan yang diaktifkan kembali atau suatu zona sesar
baru (new fault zone).
Bubble berjumlah 90 bersifat berfluktuatif:
Bubble-bubble yang menyemburkan gas metan telah diidentifikasi berjumlah
lebih dari 90 lokasi, dan umumnya berasosiasi dengan rekahan-rekahan.
Kondisi bubble tersebut berfluktuatif, beberapa diantaranya lebih aktif
daripada yang lainnya, sedangkan yang lainnya mengecil atau bahkan telah mati.
Gas bubble mudah dan sulit terbakar:
Pada kebanyakan kasus, kandungan gas metan tersebut tidak bersifat mudah
terbakar (non-flammable), karena
hanya mengandung konsentrasi yang rendah dari pemisahan gas yang cepat di
udara.
Namun pada bubble dengan semburan yang kuat, maka konsentrasi gas metan
cukup tinggi dan mudah terbakar.
Terjadinya kebocoran pada penyekat:
Rembesan gas dari rekahan-rekahan ini memberikan kepercayaan terjadinya
kebocoran penyekat dan hilangnya kapasitas penyekatan dari patahan-patahan yang
ada.
Di samping itu serpih pada struktur geologi yang menutupinya, mengandung
akumulasi gas.
Bubble dengan gas bersumber dari lapisan dalam:
Terdapatnya bubble gas juga memberikan kepercayaan bahwa subsidence bukan merupakan fenomena yang
berasal dari dekat permukaan.
Sebagai hasil dari pembebanan permukaan oleh
berat dari lumpur atau kompaksi dari lapisan tanah lunak.
Tapi juga sebagai pengaruh dari lapisan yang lebih dalam di bawah
permukaan bumi, dimana gas berasal dari sumber yang dalam.
Pembentukan gas secara termogenik (thermogenic origin):
Kromatografi dari contoh gas bubble berasal dari dekat pusat kawah
semburan yang diambil Juli 2006 mengindikasikan bahwa komposisinya terutama
terdiri dari metan.
Namun keberadaannya berasal dari gas berat dengan kuantitas yang kecil
termasuk etana, propan, butana, dan pertan.
Ditafsirkan gas-gas tersebut berasal dari termogenik (thermogenic origin) dan mengalir
melalui rekahan-rekahan yang panjang.
Perhatian pada daerah terjadi reaktivasi patahan:
Daerah yang secara khusus patut mendapatkan perhatian adalah di daerah
yang mengalami reaktivasi patahan-patahan, dimana pergerakan diferensial telah
menciptakan shear stress.
Pergerakan horisontal dan vertikal:
Daerah di dalam radius 2-3 km dari pusat semburan telah mengalami
pergerakan horisontal dan vertikal yang sejajar dengan arah bidang patahan.
Secara umum pergerakan tersebut mempunyai variasi spasial dan temporal
dalam besaran dan arahnya.
Dampak dari perekahan terhadap masyarakat dan infrastruktur:
Sebagai akibat dari terjadinya perekahan dari reaktivasi patahan-patahan
yang sebelumnya telah eksis adalah rusaknya rumah warga, bangunan-bangunan dan
infrastruktur yang berada di dekatnya.
Indikasi pergerakan patahan pada rel kereta api:
Pergerakan sesar tersebut adalah dextral
(pergerakan menganan), yang dapat diamati dari pergerakan rel kereta api
yang terjadi pada September 2006.
Di mana pergerakan patahan berlangsung lebih
besar dari pergerakan subsidence yang
diukur dengan GPS.
Patahan menyebabkan pipa
gas dan PDAM patah atau pecah:
Pecahnya pipa gas dan pipa PDAM pada lokasi yang sama mendukung bahwa
pergerakan berlangsung sepanjang bidang patahan.
Patahan mengendalikan timbulnya bubble gas:
Berlanjutnya pergerakan sepanjang patahan-patahan juga tampaknya
menyebabkan munculnya lebih banyak lagi bubble gas.
Berlanjutnya subsidence membentuk daerah depresi diisi lumpur:
Berlanjutnya subsidence telah
membentuk suatu daerah depresi berbentuk baskom atau kerucut, yang terjadi
sebagai akibat berlanjutnya semburan lumpur diikuti pembebanan.
Terjadinya subsidence telah
membentuk suatu ruang, cekungan alami yang selanjutnya diisi lumpur.
Viskositas Lupsi yang rendah, sulit akumulasi secara vertikal:
Tingginya kandungan air dari lumpur yaitu dengan perbandingan antara
70-50% air terhadap lumpur, berarti bahwa lumpur mempunyai viskositas yang
lebih rendah.
Sehingga secara vertikal tidak dapat mengendap untuk membentuk
suatu struktur gunung yang tinggi (steep
mountain-like structure).
Lumpur menyebar ke samping dan menekan tanggul-tanggul:
Lumpur cenderung menyebar ke samping sehingga bertambahnya tekanan pada
lumpur akan mempengaruhi tanggul-tanggul, sampai pada kondisi dapat runtuh dan
menimbulkan banjir.
Resiko daerah terdampak meluas makin besar:
Daerah di sekitar area terdampak dihadapkan pada suatu resiko banjir
lumpur yang makin luas.
Tanggul-tanggul dan kolam penampungan lumpur sementara pada situasi
darurat.
Tanggul tersebut dibangun hanya dari tanah dan material batuan sehingga
tidak stabil.
Jebolnya tanggul-tanggul yang terjadi pada masa lalu telah menyebabkan
banjir lumpur panas (temperatur 85-95oC) dan menyebabkan kecelakaan manusia
atau kepunahan binatang.
Kegagalan tanggul ke depan makin besar:
Ke depan kegagalan tanggul berpotensi terjadi saat lumpur tumbuh dan
meningkatkan tekanan hidrostatik pada dinding tanggul.
Masyarakat harus dipersiapkan:
Saat resiko kegagalan tanggul adalah besar, maka sebagai alternatif rute
alternatif transportasi publik harus disiapkan untuk memelihara keberlanjutan
akses.
Indikator resiko geohazard dan pengendali mekanismenya:
Dalam aspek resiko geohazard, bukti-bukti dan perhatian daerah mencakup:
- Retak dan pecahnya pipa gas dan pipa PDAM (shear and subsidence);
- · Melengkungnya rel kereta api (shear/faulting and subsidence);
- ·Retak jalan (subsidence);
- ·Gangguan integritas dari selubung relief well (subsidence and shearing),
- Runtuh tanggul (subsidence);
- Bubble gas tampaknya terjadi di sepanjang rekahan atau sona lemah (shear/faulting and subsidence).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar